KATA PENGANTAR
syukur kami panjatkan
atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang “Hakikat Manusia dan
Pengembangannya”
Puji Makalah ini
daharapkan agar pembaca dapat memahami tentang pengertian hakiakat manusia,
wujud hakikat manusia, dimensi-dimensi hakikat manusia serta potensi, keunikan,
dan dinamikanya.
Dalam penulisan makalah
ini, dihimpun dari dua aspek, yaitu dari internet dan buku panduan pengantar
pendidikan itu sendiri. Meskipun itu kami akui dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karena itu saran-saran dan
koreksi dari pembaca sangat diharapkan guna untuk perbaikan dalam pembuata
makalah berikutnya.
Terwujudnya makalh ini
tidak lepas dari bimbingan dosen, begitupun kerjasama dari anggota kelompok
kami, yang senantiasa memberikan aspirasi dan inspirasinya selama pembuatan
makalah, maka sewajarnyalah kami mengucapkan terima kasih, semoga makalh ini
dapat bermanfaat bagi pembaca mengenai hakikat manusia dan pengembangannya.
Makassar, 18 Oktober 2012
Tim
Penulis
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Alloh yang paling sempurna, karena
manusia dibekali dengan berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk lain, yaitu
nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan akal
(sifat keistimewaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat manusia memiliki
kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jika manusia dapat mengatur ketiganya dan
dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh sang Robb.
Dalam Al qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Alloh swt telah berfiman
yang artinya kurang lebih demikian; “Aku (Alloh swt) tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir tersebut
terlihat jelas bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh
swt. Namun, banyak dari golongan manusia yang tidak dapat melakukan sebagaimana
yang diharapkan oleh sang pencipta (Alloh SWT), malah manusia berbuat
sebaliknya dan mengingkari apa yang telah dikaruniakan. Itu karena manusia
belum memahami betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat
dari segi agama islam.
Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang apapun.
Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan.
Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat
mengembangkan ilmu tersebut.
Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran
mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada
kebijakansanaan dalam melihat suatuproblem. Dengan kata lain, filsafat
selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut.
Dalam makalah ini, penulis mencoba membahas sedikit tentang hakekat
manusia dilihat dari segi filsafat (menyeluruh). Sebenarnya untuk apa manusia
hidup, bagaiman ia harus hidup, dll. Yang nantinya, dengan melihat hakekat
manusia tersebut, apa kaitanya dengan proses pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hakekat
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau
secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo
sapiens (Bahasa Latin untuk
manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan
atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga
seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam
masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan
satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara
alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki
dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa
sebagai pria. Anak muda perempuan
dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa
sebagai wanita.
Hakekat manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa, diciptakan dalam bentuk paling sempurna. Manusia adalah makhluk
spiritual yang akan menjalani fase-fase peristiwa kehidupan baik sebelum lahir,
sekarang maupun setelah mati.
Kalimat diatas mungkin terlalu
filosofis, namun sebenarnya merupakan istilah sederhana yang bisa dipahami.
Spiritual merupakan aspek non fisik yang mampu memberikan kekuatan manusia
untuk lebih dari sekedar hidup. Bukti akan hakekat manusia sebagai makhluk
spiritual mungkin dapat ditunjukkan dengan beberapa contoh berikut.
Ketika menjalani hidup sehari-hari,
manusia tidak selamanya dalam kondisi bahagia. Namun kadang mengalami musibah,
nikmat, susah, senang, sedih bahkan terkadang merasakan kesuksesan diluar
rencana.Semuanya itu datang silih berganti seperti sudah ada keteraturan.
Inilah salah satu nuansa spiritual yang ada pada manusia.
Dalam hal rasa, manusia mempunyai
interpretasi berbeda-beda tentang apa yang dirasakan hati. Perasan senang,
susah, enak ataupun nggak enak merupakan fenomena hati yang sudah biasa
terjadi. Tukang becak yang tiduran di halte kadang lebih pulas daripada
pengusaha yang tidur di hotel berbintang. Orang miskin yang pandai bersyukur
akan lebih kaya dari konglomerat yang gila dunia. Semuanya tergantung dari
bagaimana seseorang menyikapi apa yang dialaminya.
Perasaan manusia tidak mutlak adanya.
Jika ia merasakan sesuatu pasti ia merasakan hal lain yang paradoks dengan apa
yang ia rasakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa senang yang sebenar-benarnya
senang itu tidak ada. Yang ada adalah senang yang diliputi susah ataupun susah
yang diliputi senang. Sebagai contoh kalau kita berjuang memajukan merpati
putih, yang kita rasakan adalah susah karena capek memikirkan, bertindak,
beinovasi. Namun dibalik kesusahan itu ada perasaan bangga dan gembira melihat
apa yang telah kita perjuangkan.
Pada dasarnnya ada tiga aspek pokok
dalam diri manusia yaitu fisik, mental dan spiritual. Aspek fisik merupakan
segala hal yang dapat dirasakan oleh panca indra manusia. Aspek mental yang
membedakan manusia dengan dengan makhluk lain. Dengan adanya mental manusia
dapat berfikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk suatu
permasalahan. Sedangkan spiritual dapat diibaratkan sebagai navigator
kehidupan. Dia yang akan memberikan warna dan arah dari kehidupan yang dijalani
manusia.
Pengertian
dan penghargaan kita atas diri sendiri dan orang lain bisa membuat kita
menyadari hakikat kemanusiaan kita yakni selalu membutuhkan orang lain. Sebagai
makhluk sosial, kita tidak
bisa menghindar dari kebutuhan berinteraksi dan berelasi dengan orang lain di
sekeliling kita. Hidup itu untuk saling mengisi dan melengkapi karena kita
tidak akan mampu hidup sendiri. Kekurangan yang kita miliki bisa dilengkapi
dengan kelebihan orang lain, dan kelebihan yang kita punya dapat mengisi
kekurangan orang lain. Dalam hubungan dengan pasangan, sahabat, kerabat atau
rekan kerja, kesadaran akan saling membutuhkan ini merupakan energi untuk memahami
dan menghargai kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jika
kita renungi dan kita hayati, kekurangan diri merupakan alarm hati
yang akan mengingatkan kita akan kematian. Dengan mengingat kematian, kita
dapat membangkitkan kesadaran bahwa semua makhluk akan binasa, sehingga tidak
hanya kekurangan yang melekat pada diri kita, tetapi kehancuran yang pasti
suatu saat nanti.
Bagi
saya,
semuanya butuh proses dan keteguhan hati untuk terus berupaya. Hanya orang yang
mau menyadari dan mau berproses yang akan mendapatkan pembelajaran tentang
banyak hal, bahkan keberhasilan dan kemanfaatan. Belajar menerima kekurangan diri
dapat kita jadikan bagian dari manajemen hidup kita, sekaligus proses belajar
memanusiakan diri kita
B.
Pendidikan
adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan.
Pengetahuan dimulai dengan rasa
ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu sedangkan filsafat dimulai
dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah tahu
dan apa yang belum tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya
akan pernah diketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas. Demikian juga
berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang,
seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah diangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang
digumuli sejak sekola dasar pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi,
berfilsafat tentang ilmu berarti terus terang kepada diri sendiri. Ilmu
membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan
metode yang digunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara
empiris.
Filsafat membahas sesuatu dari
segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah
kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang
sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa
diamati oleh manusia saja. Sesungguhnya isi alam yang dapat diamati hanya
sebagian kecil saja, diibaratkan mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang
di atas permukaan laut saja. Semantara filsafat mencoba menyelami sampai
kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan
renungan yang kritis.
Sedangkan
pendidikan merupakan salah satu bidang ilmu, sama halnya dengan ilmu-ilmu lain.
Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat, sejalan dengan proses
perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari dari
induknya. Pada awalnya
pendidikan berada bersama dengan filsafat, sebab filsafat tidak pernah bisa
membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia
untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan
peningkatan hidup manusia.
Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan
secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan. Ada sejumlah
filsafat pendidikan yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia, namun demikian
semua filsafat itu akan menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut:
1). Apakah pendidikan itu?
2). Apa yang hendak dicapai?
3). Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan itu?
Masing-masing pertanyaan ini dapat dirinci lebih lanjut.
Berbagai pertanyaan yang bertalian dengan apakah pendidikan itu,
antara lain :
1). Bagaimana sifat pendidikan itu?
2). Apakah pendidikan itu merupakan sosialisasi?
3). Apakah pendidikan itu sebagai pengembangan individu?
4). Bagaimana mendefinisikan pendidikan itu ?
5). Apakah pendidikan itu berperan penting dalam membina
perkembangan atau mengarahkan perkembangan siswa?
6). Apakah perlu membedakan pendidikan teori dengan
pendidikan praktek?
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan
menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan
menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi
antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan
rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan
inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat,
memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang
kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu
dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan
dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar
tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan
pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme,
behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan itu
sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya
proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia.
Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat
dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri
dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat.
Pragmatisme merupakan kreasi filsafat dari Amerika, dipengaruhi oleh empirisme,
utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari
kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Tujuan pendidikannya
menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam
kehidupan priabdi dan masyarakat. Humanisme berpandangan bahwa pendidikan harus
ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi
diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral. Paham behaviorisme memandang
perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan
hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan
pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan
pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab
dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Menurut paham konstruktivisme,
pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari
suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi
pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan
pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya.
PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang teleologis, bertujuan. Tujuan proses perkembngan itu secara alamiah adalah
kedewasaan, kematangan. Sebab potensi manusia yang palingalamiah adalah bertumbuh menuju ketingkat dewasaan, kematangan.
Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia
memungkinkan, misalnya: iklim, makanan, kesehatan, keamanan,relatif sesuai
dengan kebutuhan manusia.Jadi peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentuknya yang lebih terperinci kemudian, filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan.Sekedar tinjauan sejarah ide-ide filsafat pendidikan itu, antara lain tersimpul di dalam pendangan :
1.Teori (Hukum) Empirisme.
Ajaran filsafat empirisme yang dipelopori oleh
John Locke (1632-1704) mengajarkan bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor-faktor lengkungan, terutama pendidikan. John Locke berkesimpulan bahwa tiapa individu lahir sebagai kertas
putih, dan lingkungan itulah yang “menulisi”kertas putih itu. Teori ini
terkenal sebagai teori Tabula-rasa atau teori
Empirisme. Bagi John Locke faktor pengalaman
yang berasal dari lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang. Karena
lingkuganitu relatif dapat diatur dan dikuasai menusia, maka teori ini bersifat optimis dengan tiap-tiap perkembangan pribadi.
2.Teori (Hukum) Nativisme.
Ajaran filsafat Natisme yang dapat digolongkan filsafat idealisme berkesimpulan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh hereditas, faktor dalam yang bersifat kodrat. Tokoh Nativisme ini, Arthut Schopenhauer (1788-1860) menganggap
faktor pembawaan yang bersifat kodratkelahiran, yang tak dapat diubah oleh
pengaruh alam sekitar atau pendidikan itulah kepribadian manusia.Potensi-pptensi hereditas itulah pribadi seseorang, bukan hasil pendidikan. Tanpa potensi-potensihereditas yang baik, seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun dididik denganmaksimal. Seorang anak yang
potensi hereditasnya rendah, akan tetap rendah, meskipun sudah dewasadan telah
dididik. Pendidikan tidak merebah manusia, karena potensi itu bersifat kodrati.
3.Fungsi Kritik.
Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan danmenafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupunachievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan
komparatif atas sesuatu, untuk mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asmsi atau
hipotesa yang lebih resonable. Filsafat haruskompeten, mengatasi
kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan datadan
argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah.
4.Fungsi Teori Bagi Praktek.
Semua ide, konsepsi, analisa dan
kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsiteori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip- prinsip umum bagi suatu praktek. (5 : 5 - 6).
5.Funsi Integratif.
Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau
ronya pendidikan, maka fungiintegratif
filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua
nilai dan asasnormatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan
sebagai ilmu normatif).
C.
Hakekat Manusia dalam Pandangan Filsafat
Sabagaimana telah sedikit di utarakan di awal tadi,
manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat manusia
sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan
yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang
memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang
kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik,
ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan
belum tentu pas untuk di amini oleh sebagian orang.
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sbuten
kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi
ini;[5]
a. Manusia adalah Homo
Sapiens, artinya makhluk yang
mempunyai budi,
b. Manusia adalah Animal
Rational, artinya binatang
yang berpikir,
c. Manusia adalah Homo
Laquen, artinya makhluk yang
pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam
kata-kata yang tersusun,
d. Manusia adalah Homo
Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau
disebut juga Toolmaking Animalyaitu
binatang yang pandai membuat alat,
e. Manusia adalah Zoon
Politicon, yaitu makhluk yang
pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya,
f. Manusia adalah Homo
Economicus, artinya makhluk
yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,
g. Manusia adalah Homo
Religious, yaitu makhluk yang
beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda,
memandang manusia sebagai Animal
Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang
harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan
syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan.
Penulis akan mencoba memaparkan apa sebenarnya
hakekat manusia yang dirangkum dari beberapa sumber bacaan. Ilmu yang mempelajari tentang hakekat
manusia disebut Antropologi
Filsafat.[6]Berikut
pembahasan mengenai manusia:
Dalam bahasa filsafat dinyatakan self-existence
adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu. Self-existence ini
mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi: kesadaran adanya diri
diantara semua relita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat
kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran
akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisasi. Manusia
sabagai individu memiliki hak asasi sebagai kodrat alami atau sebagi anugrah
Tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak
kemerdekaan dan hak milik.[15]
Disadari atau tidak menusia sering memperlihatkan
dirinya sebagai makhluk individu, seperti ketika mereka memaksakan kehendaknya
(egoisme), memecahkan masalahnya sendiri, percaya diri, dll. Menjadi seorang
individu manusia mempunyai ciri khasnya masing-masing. Antara manusia satu
dengan yang lain berbeda-beda, bahkan orang yang kembar sekalipun, karena tidak
ada manusia di dunia ini yang benar-benar sama persis. Fisik boleh sama, tetapi
kepribadian tidak.
Jadi dalam pendidikan seorang guru sangat perlu
memahami hakekat manusia sebagai individu. Itu kaitanya dengan menghargai
perbedaan dalam setiap anak didiknya, agar sang guru tidak semena-mena dan
memaksakan kehendaknya (diskriminasi) kepada peserta didik. Perbedaan itu bisa
berupa fisik, intelejensi, sikap, kepribadian, agama, dll.
No comments:
Post a Comment