Wednesday, June 19, 2013
Tuesday, June 11, 2013
Pendakian Di Lembah Ramma, Malino
Makassar,
31 mei 2013
Terima Kasih Untuk Kawan-Kawan Pendidikan Administrasi Perkantoran 2010 Karena Telah Meluangkan Waktu Selama Tiga Hari Untuk Menjajaki Lembah Ramma, Malino.
Setelah
beberapa pekan yang lalu kami melaksanakan perjalanan di beberapa kota di jawa
kini kami kembali menyusun rencana untuk bersama-sama meninggalkan kepenatan
dibalik aktivitas di kota Makassar. Namun rencana kali ini tidak sama
sebelumnya, melainkan perjalanan yang lebih ekstrim yaitu melakukan pendakian,
dan dibalik kesepakatan itu kami memutuskan untuk menjajaki lembah ramma,
malino. Seuatu lembah yang begitu indah dan penposona menurut Capunk Trisula
atau dengan panggilan klasiknya “Sule” salah seorang Pengurus MPA Trisulan
(Mahasiswa Pecinta Alam Tingkat Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Makassar) sekaligus teman sekelas kami.
Semua
peralatan telah kami persiapkan meski menuai banyak kesulitan karena
keterbatasan alat yang akan di gunakan karena banyaknya aktivitas yang sama di
beberapa mahasiswa pecinta alam. Namun dengan usaha bersama kami berhasil
mengumpulkan alat yang dapat dipergunakan selama 3 hari perjalanan, dan juga
mendapat kemudahan atas sumbangan mie instan dari saudari selvi novianty yang
menjadi konsumsi utama kami di pendakian.
Dengan
sepeda motor kami coba kalahkan gelapnya malam dengan rintangan yang
berkelok-kelok selama perjalanan karena untuk mencapai daerah malino selain
pendakian, juga jalan yang membuat kami putar setir motor kiri kanan. Belum
lagi sang Shogun Biru yang ditunggangi Saudara alpen seakan akan mengantuk
hingga cahayanya tak dapat menerangi jalan yang berlubang.
Mentari Itu Telah Terbenam
Makassar,
10 Juni 2013
Kebimbangan
dan ketidaktahuan arah masih saja menghantui pikiranku, semua terasa tak jelas
dan begitu rabun dimataku hanya kendaraan sepeda motor dan roda empat yang
berlalu lalang tak jauh dari tempat saya duduk, sangat jelas di jalan A.P
Pettarani Makassar kala sore itu.
Namun
pada saat yang bersamaan, justru ku merasa pikiranku yang tak karuan entah
melayang kemana. Bingung, benar-benar bingung dengan keadaanku sendiri. Tatkala
suasa begitu ramai, berada ditengah-tengah teman-teman bahwak cewe yang dekat denganku, namun saya
sendiri tak tahu diriku ada di mana, tak lebih dari jasad kosong diriku saat
ini.
Ku
ingin sendiri, itulah pilihanku saat ini. Meski terkadang hal itu bukanlah
solusi terbaik untuk membawaku pada ketenangan, namun setidaknya tidak
mengganggu suasana dari orang-orang disekitarku.
Ku
arahkan pandanganku pada upuk barat, tampak matahari dalam kondisi yang sama
denganku, tak jauh beda dengan kondisiku saat ini. Hanya terlihat redup dan tak
mampu lagi menerangi keceriaan sore ini bahkan setidaknya lebih buruk dariku
karena lebih memilih terbenam dibandingkan bertahan untuk memancarkan cahaya
indahnya.
Ku
coba beralih dari tempat dudukku semula, dengan harapan kondisiku bisa lebih
baik, namun ternyata aku salah, tak ada yang berubah, tak ada yang berbeda dari
dari tempat yang tadi. Lalu harus kemanan dan
Sore Itu, Hujan Turun
Makassar,
09 Juni 2013
Hari
ini bisa saya sebut hari yang lebih baik dari hari kemarin karena sms yang saya
tunggu sepekan terakhir akhirnya masuk juga, orang yang sepekan terakhir ini
begitu jauh dariku akhirnya datang juga. Rasa kangen kepadanya tentu begitu
besar didalam benakku sehingga kami memutuskan untuk bertemu, pertengkaran
kecil masih saja terjadi di awal komunikasi kami lewat mobile phone.
Pukul
16.00 kami sepakat untuk bertemu setelah aktivitas kami masing-masing selesai
baik kepentingan kampus maupun diluar daripada itu. Karena akhir-akhir ini memang kami disibukkan
dengan beberapa aktivitas sehingga menyebabkan kami lose contact.
Kondisi
kampus terkesan biasa saja, dan aktivitas para mahasiswa berjalan normal
sebagaimana hari-hari biasanya, semua sibuk dengan urusan mereka, ada yang
hanya nongkrong dibawah pohon di taman dengan pembicaraan yang begitu serius
dan begitupun yang lain hanya sibuk mengutak-atik komputernya.
Wednesday, June 5, 2013
Persoalan Dasar Pendidikan Kita
Salah satu
benang merah yang dapat ditarik dari sejarah pendidikan dan persekolahan di
tanah air adalah bahwa sistem pembelajaran sebagaimana ia diselenggarakan
selama Orde Baru harus ditolak karena terbukti menjajah, memasung, dan
mengkerdilkan jiwa kaum muda Indonesia. Pendidikan yang bersifat informal,
secara sembrono dipersamakan dengan pengajaran di lembaga formal --yakni
'sekolah' dan 'universitas', dalam arti yang telah menyimpang jauh dari makna
kedua kata itu-- bahkan juga dengan pelatihan yang non-formal --terutama
di perusahaan-perusahaan yang memiliki Divisi 'Pendidikan' dan Pelatihan,
tetapi juga di Balai Latihan Kerja dibawah Departemen Tenaga Kerja Orde Baru--
telah terbukti 'efektif' membunuh kreativitas dan daya cipta kaum muda. Hal ini
pada gilirannya melahirkan angkatan kerja baru yang bermental budak, yang tentu
saja tidak dapat diharapkan menjadi produktif kecuali menjadi parasit, atau
bahkan kanker, bagi masyarakat di lingkungan kerjanya.
Dengan lebih
tegas dapat dikatakan masalah mendasar dari sistem pendidikan di negeri ini
berakar pada ketidakmampuan seluruh anggota masyarakat untuk berbagi tugas
dan tanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan melatih tunas-tunas bangsa,
kaum muda yang sedang berproses mencari
MELACAK ASAL USUL SEKOLAH
"Nenek saya ingin saya memperoleh pendidikan, karenanya, ia tidak
mengijinkan saya sekolah," demikian Everett Reimer mengutip kalimat
Margaret Mead ketika menulis bagian Pendahuluan bukunya School is Dead.
Dari judul yang dipilihnya, dan diperkuat dengan kalimat pertama itu, nampak
benar ketajaman kritik Reimer terhadap lembaga persekolahan, baik dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi. Bagi mereka yang tahu bahwa Reimer adalah rekan
Ivan Illich, hal itu mungkin akan mengurangi rasa terkejut dalam mempelajari
kritik Reimer terhadap pembelajaran di persekolahan. Sebab Illich sendiri pada
Novelis Yang Terpinggirkan
Menjadi serorang novelis mungkin menjadi harapan bagi setiap orang, dengan menerbitkan beberapa buku yang siap dinikmati oleh jutaan pembaca. Menulis bukan hanya berusaha menyediakan media bagi para pembaca tetapi lebih kepada proses komunikasi terhadap diri sendiri dan dengan alam sekitar.
Menjadi penulis mungkin terdengar indah bagi kita semua. tetapi tidak ketika harus menjalaninya. Ya... menjadi penulis sungguh tidak menyenangkan, bukan karena harus menjadi pembaca atau kutu buku terlebih dahulu tetapi lebih kepada pengingatan kembali dari beberapa kenangan termasuk yang begitu menyedihkan. Terkadang kita harus lari dari keramaian dan memilih menyendiri. bahkan kita harus menerima
Tuesday, June 4, 2013
Hari ini, Bukanlah Hari Yang Indah
Makassar, 04 Juni 2013
setalah menjalani aktivitas perkuliahan hari ini, dan ku coba pikirkan untuk aktivitas selanjutnya. tak seperti biasanya, tak ada agenda penting hari ini, tak ada pertemuan yang harus dihadiri. ku merasakan diri ini layaknya air yang mengalir dari hulu sampai hilir, tak ada yang istimewa, bahkan ku hanya patung hidup yang hanya digerakkan oleh alam. Ya.. layaknya seperti patung yang tak memiliki kemampuan untuk memikirkan langkah sendiri..
Sore ini dibalik kebimbangan ku coba hibur diriku dengan aktivitas yang hampir setiap hari kulakukan yaitu mengutak atik internet, mulai dari facebookan sampai mengedit tulisan di blog pribadiku.
Tapi itu tak mampu mengembalikan jiwaku yang hilang, aku hanyalah jasad dengan jiwa yang kosong. Aku hanya ingin sendiri, menepi dabalik keramaian para mahasiswa dikampus sore itu.
Kulangkahkan kakiku meski tak tahu arah entah kemana. Jujur, aku tak tahu entah kemana. ku hanya bisa melangkah dan terus melangkah hingga dari kejauhan terlihan kemewahan bangunan yang berdiri kokoh ditengah
Subscribe to:
Posts (Atom)