About

Thursday, June 26, 2014

Perubahan Organisasi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat sang pencipta yang telah melimpahkan rahmat dan hidaya-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Manajemen Perubahan Organisasi dengan judul “Perubahan Terencana”.
Ucapan terimah kasih kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya.
Disadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah kami selanjutnya.

Makassar, 02 April 2013

                                                                                                   Penyusun



DAFTAR ISI






BAB I PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang

Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclius pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai saat ini. Dikatakan demikian karena memang pada kenyataanya di dunia ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada tingkat individu maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa disamping selalu terjadi perubahan disemua segi kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada bidang kehidupan yang lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan merupakan dependent variable untuk perubahan di bidang yang lainnya selalu terdapat interelasi dan interdependensi nyata, meskipun korelasinya mungkin tidak segera dapat dilihat.
Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan  dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain pihak tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi karena hakekatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.





B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian perubahan terencana
2.      Pandangan Kurt lewin tentang perubahan terencana
3.      Tujuan daripada penelitian tindakan nyata
4.      Model tiga langkah menurut kurt lewin
5.      Fase-fase dan tahap perubahan terencana
6.      Perubahan sifat pengembangan organisasi

C.     Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian perubaahan terencana.
2.      Untuk memahami pandangan kurt lewin tentang perubahan terncana.
3.      Untuk memahami tujuan daripada penelitian tindakan nyata.
4.      Untuk mengetahuai model tiga langkah menurut Kurt lewin.
5.      Untuk mengetahui fase dan tahap perubahan terencana.
6.      Untuk mengetahui perubahan sifat pengembangan organisasi.





BAB. II PEMBAHASAN

A.     Perubahan Terencana

Perubahan terencana merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin untuk membedakan perubahan yang sengaja digerakkan dan direncanakan oganisasi, dari jenis perubahan lain yang berlangsung tanpa disengaja, karena sekedar implus atau perubahan yang dipaksakan pada organisasi.walaupun pelbagai model diranang agar bias memenuhi tutntutan organisasi tertentu atau muncul dari mashab tertentu, namun pendekatan perubahan terencana paling sering dikaitkan praktek pengembangan organisasi (organitation development-PO) dan bahkan bias dikatakan berada pada intinya. Menurut French dan Bell,
Pengembangan organisasi (PO) merupakan strategi pebaikan organisasi yang unik yang berkembangan sejak akhir tahun 1950-an sampai awal 1960-an PO telah menjelma menjadi kerangka terpadu teori dan praktek serta mampu memecahkan masalah ataupun membantu memecahkan masalah terpenting yang dihadapi sisi manusia sebuah organisasi. PO berkenaan dengan manusia dan organisasi, dan orang-orang yang tergabung dalam organisasi serta bagaimana mereka berfungsi. Po juga berkaitan dengan perubahan terencana yaitu menggerakkan individu, kelompok dan organisasi agar berfungsi dengan baik. Perubahan terencana melibatkan commom sence kerja keras dalm jangka waktu tertentu, pendekatan sistematik dan berorientasi tujuan serta pengetahuan teruji tentang dinamika organisasi dan bagaimana cara mengubahnya. Pengetahuan teruju ini bersumber dari ilmu perilaku seperti psikologi, pssikologi social, sosiologi, antropologi, teori system dan praktek manajemen.
Prinsip-prinsip dasar PO adalah seperangkat nilai, asumsi, dan etika yang menekankan pada organisasi kemanusian dan komitmennya pada efektifitas organisasi. Nilai-nilai ini telah dibicarakan banyak penulis, salah satunya French dan Bell yang mengajukan 4 nilai dasar PO :
1.      Keyakinan bahwa keutuhan dan aspirasi manusia merupakan alasan utama keberadaan organisasi dalam masyarakat.
2.      Para agen perubahan meyakini bahwa prioritasisasi orgnisasi merupakan bagian absa wilaya organisasi
3.      Agen perubahana berkomitmen meningkatkan efektivitas organisasi.
4.      PO memberi nilai tinggi pada demokratisasi organisasi melalui kesetaraan (power ocolatitaion)
Dalam menerpakan empat nilai dasar ini dalam sebuah survey terhadapa para praktisi PO, Hurley Dkk. (1992) mendapati lima nilai yang emreka adopsi
1.      Memberdayakan para karyawan untuk bertindak
2.      Menciptakan keterbukaan dalam komunikasi
3.      Memfasilitasi rasa memiliki pada proses perubahan dan hasil-hasilnya.
4.      Meningkatkan budaya kerja sama
5.      Meningkatkan pembelajaran yang berkesinambungan
Kurtlewin dan perubahan terencana
            Lewin merupakan seorang pejuang kemanusian yang amat meyakini kekuatan demokrasi untuk meningkatkan hidup manusia karya-karyanya dilatarbelakangi keyakinan bahwa hanya dengan menyelesaikan konflik social, baik dalam bidang religious, ras, pernikahan, ataupun industry, maka konidsi manusia mungkin bias ditingkatkan. Dalam mengembangkan peningkatan untuk mengatasi masalah social, lewin meyakin bahwa isu terpenting adalah bagaimana menfasilitasi pembelajaran diaman dimungkinkan individu memahami dan menata persepsi merekan tentang dunia. Walau pada dasarnya dia seorang psikolog, lewin menolak gagasan bahwa individu dapat dipahami hanya dalam kaitannya dengan kepribadian individualnya. Benang merah karya-karyanya menyiratkan pandangan bahwa kelompok diamana siindividu tergabung merupakan dasar persepsi, perasaan dan tindakan individu tersebut.
            Lewin menyatakan bahwa jika seseorang bisa mengidentifikasi, merencanakan dan menentukan fotensi daya-daya kekuatan ini, maka kita hanya sekedar paham mengapa individu dan kelompok berperilaku tertentu namun juga daya kekuatan apa yang harus delemahkan atau diperkuat agar dapat membawa perubahan. Namun, lewin percaya walau field itu memang ada dan bisa diukur, namun field tersebut juga terus-menerus merubah (flux). Karena itu, ia menegaskan bahwa suatu kelompok tak pernah berada dalam keadaan equilitrium yang stabil, namun selalu berada dalam proses saling adaftasi yang dia namakan sebagai “quais stationary equilibrium yaitu tidak pernah stabil sepenuhnya, namun juga tetap menunjukkan konstantan sampai tingkat tertentu dalam hal perilaku dan keyakinan pokok.
Penelitian Tindakan Nyata (action research)
Menurut French dan Bell penelitian tindakan nyata melakukan penelitian terhadap tindakan dengn tujuan untuk membuatnya makin efektif. Tindakan mengacu pada program dan intervensi yang dirancang untuk ememcahkan masalah-masalah atau memperbaiki kondisi tertentu. Pemelitian tindakan nyata merupakan proses pengumpulan data riset secara sistematis tentang system yang sedang berjalan relative terhadap sejumlah tujuan, sasaran atau kebutuha system itu, mengembalikannya kedalam system, mengambil tindakan dengan mengubah variable terpilih dalam system berdasar data maupun hopotesis dan mengevaluasikan hasil tindakan tersebut dengan mengumpulkan data lebih lanjut.
Pelatihan tindakan nyata didasarkan pada proporsisi bahwa pendekatan efektif terhadap pemecahan masalah organisasi haruslah merupakan analisa rasional dan sistematis terhadap isu-isu terkait. Hal ini mestilah menjadi pendekatan yang mampu mengumpulkan informasi, hipotesa, dan tindakan dari semua pihak yang terlibat sekaligus analisa untuk mengevaluasi tindakan yang diambil sebagai selusi masalah.
Dalam istilah organisasi, proyek klasik penelitian tindakan nyata biasanya terdiri dari tiga kelompok.
1.      Organisasi (diwakili satu atau lebih menejer senior)
2.      Subyek (para karyawan dari bagian dimana prubahan terjadi)
3.      Agen perubahan (konsultan baik internal maupun eksternal)
Ketiga entitas ini membentuk komunitas pembelajaran dimana dam melalui  mana riset tersebut dilaksanakan,  untuk dicarikan solusi pada masalah organisasi atau kelompok bisa disimpulkan bahwa lewinlah yang pertama kali menekankan pembelajaran yang kemudian dipadukan memjadi perilaku, sebagai hal terpenting ketimbang hasil perubahan organisasi itu sendiri.
Ketiga intitas ini harus, baik secara individual maupun secara kolektif, sepakat untuk bekerjasama dalam sebuah kelompok, mematuhi kerangka kerja yang sama-sama diterima dan dibangun. Kelompok kecil ini merupakan media dimana situasi masalah bisa dirubah-rubah serta menjadi forum untuk menilai kepentingan dan etika dan pihak-pihak yang terkait. Hal ini merupakan proses berulang dimana kelompok menganalisadan memecahkan masalah melaluiserangkaian iterasi. Agen perubahan (konsultan), melalui keterampilan koordinasinya mengaitikan berbagai pendiapat dan aktifitas dalam kelompok, untuk membentuk rantai ide dan hipotesa yang koheren (heller).
Metode pengumpulan data, analisa dan dianosa yang di gunakan bergantung pada sifat masalah, namun setiap kali semua kegiatan ini di laksanakan secara partisipatif. Agen perubahan member metode investigasi sesuai dengan pemahamannya tentang maslah tersebut. Organisasi tersebut menyumbangkan pemahamannya tentang situasi tertentu serta keistimewaanya. Kemudian data-data ini di ajukan kepada subyek sebagai bahan pertimbangan. Responnya di jadikan umpan balik kedua belah pihak lainnya dan rangkaian iterasi di mulai lagi. Pengetahuan serta pemahaman yang di dapatkan dari pertukaran pandangan dan persepsi tentang masalah ini kerap berunjung pada perumusan ulang situasi serta masalah. Ini juga menimbulkan kebutuhan pada perencanaan tindakan baru, jika hasil yang di dapatkan ingin segera di tindak lanjuti, di jadikan umpan balik dan evaluasi. Dari proses pencarian fakta ini, hipotesa di susun, dan rangkaian tindakan diputuskan, di terapkan, serta dievaluasi. Semua ini terjadi Dallam kelompok dan dengan persetujuan semua anggota.
Karena itu, penelitian tindakan nyata merupakan proses bercabang dua. Pertama, pendekatan ini menitikberatkan bahwa perubahan butuh tindakan, dan di arahkan untuk mencapai ini. Kedua, tindakan yang berhasil di dasarkan pada analisa situasi secara tepat, mengidentifikasi semua alternative solusi (hipotesa) lalu memilih yang paling sesuai untuk di terapkan dalam situasi tersebut (Bennett). Pendekatan bercabang dua ini, dengan menekankan pada tindakan maupun riset, mengatasi sindrom ‘kelumpuhan melalui analisa’ yang tercipta dengan penerapan teknik-teknik tertentu. Landasan teoritis pendekatan ini terletak pada teori Gestalt-Field yang menekankan bahwa perubahan hanya dapat di capai dengan membantu individu untuk mereflesikan serta memeperoleh wawasan baru atas situasi mereka. Namun demikian, penelitian tindakan nyata juga berkaitan dengan dinamika kelompok karena sama-sama menggunakan tim untuk menyelesaikan maslah dan menekankan keterlibatan semua pihak  terkait. Hal ini wajar saja mengingat peran penting Lewin dalam mengembangkan baik penelitian tindakan nyata maupun dinamika kelompok.
Namun, walau penelitian tindakan nyata telah memperoleh banyak pengikut selama bertahun-tahuin, salah satu hambatan dalam penerapannya adalah perlunya komitmen baik dari pihak manajemen dan juga mereka yang menjadi subyek perubahan. Hal ini menjadi sulit bagi organisasi besar. Oleh karena itu, strategi utamanya adalah dengan memakai pendekatan atas-bawah (top-down), mendapatkan lampu hijau manajemen senior sebagai langkah awal. Namun ini tidak selalu berhasil, karena persetujuan manajemen puncak tak selalu menjamin kerja sama jenjang-jenjang lain dalam organisasi.
Begitu pula, kerja sama saja tidaklah cukup. Di perlukan juga ‘rasa membutuhkan’ (felt-need) ,demikianlah istilah Lewin. Rasa membutuhkan merupakan kesadaran diri individu bahwa perubahan memang merupakan keniscayaan. Kebutuhan tersebut harus di rasakan semua pihak yang terlibat. Jika derajat rasa-membutuhkan dalam organisasi rendah, upaya mengintrodusir perubahan menjadi problematic terutama di bidang di mana prinsip-prinsip penelitian tindakan nyata di terapkan. Bahkan, apabila kebutuhan akan perubahan dapat di terima, hal ini mungkin tidak mampu mengesampingkan kecemasan karyawan pada tampak perubahan. Terutama bila terdapat kaitan erat antara identitas pribadi, posisi pekerjaan dan tingkat social yang kini terancam dengan rencana perubahan tersebut.
Model Perubahan Tiga Langkah
Dalam mengembangkan model ini Lewin menyatakan bahwa :
Perubahan menuju tingkat kinerja kelompok yang lebih tinggi sering berlangsung secara temporal saja; apabila muncul penentangan, keadaan kelompok akan segera kembali ke tingkat sebelumnya. Ini menandakan bahwa tidaklah memadai hanya dengan mendefinisikan tujuan perubahan terencana dalam hal kinerja kelompok sebagai tercapainya tataran lain. Kepermanenan (permanency) pada tataran baru, atau kepermanenan untuk jangka waktu yang diinginkan sebaiknya ikut di jadikan tujuan. Karena itu, perubahan yang berhasil mencakup tiga aspek: unfreezing (jika di butuhkan ) tingkatan sekarang, perpindahan (moving) ke tingkatan baru dan refreezing tingkatan baru tersebut. Karena setiap tingkatan ditentukan oleh medan kekuatan (force field), kepermanenan bermakna bahwa force field yang baru di pertahankan sedemikian rupa agar relative aman terhadap perubahan.
Jadi bagi Lewin, perubahan yang berhasil mencakup tiga langkah:
·         Pencairan (unfreezing) tingkatan sekarang
·         Perpindahan (moving) ke tingkatan baru
·         Pembekuan/pemantapan (refreezing) tingkatan baru tersebut.

Sebelum perilaku baru sukses diadopsi, maka perilaku lama harus di buang. Baru setelah itu, perilaku baru dapat di terima. Inti pendekatan ini adalah keyakinan bahwa kemauan dari change adopter (subyek perubahan) merupakan unsure penting, baik dalam membuang perilaku lama, ‘pencairan’ dan perpindahan ke perilaku baru. Sekali lagi, pada tingkatan-tingkatan ini dibutuhkan adanya rasa-membutuhkan (felt-need).
Rasa-membutuhkan bukanlah satu-satunya persamaan antara model tiga langkah dengan penelitian tindakan nyat. Bahkan, kita dapat melihat bahwa kedua langkah pertama model tiga langkah, yaitu pencairan (unfreezing) dan perpindahan (moving) secara garis besar sama dengan penelitian tindakan nyata. Ini dapat dilihat dari teknik-teknik yang di gunakan.
Pencairan (unfreezing) meliputi upaya-upaya memperlemah daya kekuatan yang membentuk perilaku organisasi masa kini. Menurut Rubin, pencairan (unfreezing) memerlukan beberapa bentuk pertemuan konfrontatif atau proses re-edukasi bagi mereka yang terkait perubahan. Ini dapat diraih melalui pembangunan tim atau bentuk pengembangan manajemen (PO) lainnya, dimana masalah yang ingin di pecahkan (dirubah) dianalisa, atau dipaparkan data-datanya, untuk menunjukkan bahwa didalamnya terdapat permasalahn serius. Inti aktifitas-aktifitas ini adalah untuk membuat semua pihak yang terkait agar merasa yakin diperlukannya perubahan. Pencairan (unfreezing) jelas sama dengan unsure riset dalam penelitian tindakan nyata, dan demikian pula dengan langkah berikutnya, perpindahan, identitas dengan unsure tindakan.

Fase-fase dan Perubahan Terencana
Dalam mengembangkan model tiga langkah Lewin, para memperluasnya menjadi sejumlah langkah atau fase. Lippit mengembangkan model tujuh tahap, sementara Cummings dan Huse menunjukkan bahwa, ‘kosep perubahan terencana menyiratkan bahwa organisasi berada dalam tingkatan keadaan yang berbeda-beda bahwa perpindahan terencana dapat terjadi dari satu keadaan
Menuju kelainnya. Karena itu , untuk dapat memahami perubahan terencana, tidaklah cukup hanya dengan memahami proses yang mendorong perubahan, namun harus ada apresiasi tahap-tahap keadaan yang mesti dilalui organisasi untuk dapat pindah dari keadaan yang mesti dilalui organisasi untuk dapat pindah dari keadaan kini yang tak memuaskqan menuju ke keadaan masa depan yang diinginkan.
Bullock dan Batten mengajukan model terpadu perubahan empat tahap berdasarkan atas studi dan perpaduan lebih dari 30 model perubahan terncana. Model mereka menggambarkan perubahan terencana dalam dua dimensi utama : tahap-tahap perubahan, yaitu tingkatan-tingkatan keadaan yang dilalui organisasi ketika sedang menerapkan perubahan terencana, dan proses-proses perubahan,yaitu metode-metode yang dipergunakan untuk menggerakkan organisasi dari keadaan satu menuju ke lainnya.
            Keempat tahap perubahan,dan proses-proses perubahan yang menyertainya, sebagaimana rumusan bullock dan banten dipaparkan di bawah ini :
1.      Fase Eksplorasi,pada tahap ini, organisasi menimbang-menimbang dan memutuskan apakah ingin membuat perubahan spesifik dalam operasinya dan, jika demikian, mengalokasikan sumber-sumber daya untuk merencanakan perubahan. Proses perubahan terkait dalam fase ini adalah tumbuhnya kesadaran akan perlunya perubahan, mencari bantuan dari luar (seorang konsultan/fasilitator) untuk membantu perencana dan penerapan perubahan,dan mengikat kontrak dengan konsultan di mana diuraikan tanggung jawab masing-masing pihak.
2.      Fase perencanaan,begitu konsultan dan organisasi terkait kontrak,maka dimulai tahap berikutnya, yaitu upaya pengenalan masalah yang dihadapi organisasi. Proses-proses perubahan yang terkait adalah pengumpulan informasi agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan-tujuan perubahan dan desain tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan ini, dan membujuk para pengambil keputusan kunci untuk menyepakati dan mendukung rencana perubahan.
3.      Fase Tindakan ,pada tahap ini, organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan terkait dirncang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju keadaan masa depan yang diinginkan,termasuk pengaturan yang diperlukan dalam mengelola proses perubahan dan meraih dukungan atas tindakan yang akan di ambil,serta mengevaluasi aktifitas implementasi  dan memberikan umpan balik agar dapat di lakukan penyesuaian atau perbaekan yang di perlukan .
4.      Fase integrasi , tahapan ini segera di mulai begitu perubahan telah suskes di implementasikan.  Tahap ini menyangkut konsolidasi  dan stabilisasi perubahan sehingga menjadi bagian oprasi normal organisai sehari-hari dan tidak lagi membutuhkan pengaturan atau dorongan khusus  untuk mempertahankannya . Proses-proses perubahan yang tercakup adaalah menguatkan perilak baru melalui umpan balik dan sistem imbalan serta secara berangsur –angsur  ketergantungan pada konsultan dikurangi, menyebarkan aspek-aspek kesuksesan proses perubahan ke seluruh organisasi dan melatih para manajer serta karyawan untuk secara terus-menerus memonitor perubahan dan upaya-upaya perbaikan.

Menurut Cummings dan Huse, model di atas dapat diterapkan pada pelbagai situasi perubahan. Model ini menggabungkan aspek-aspek penting dari model perubahan lainnya dan,terutama, model ini jugs mampu mengatasi kebingungan antara proses-proses (metode dan tahap perubahan-urutan tahap-tahap yang harus dilalui organisasi agar sukses mencapai perubahan.
Fokus model Bullock dan Batten, seperti juga dengan model Lewin, adalah perubahan pada tataran individu dan kelompok namun demikian, para praktisi PO sebagaiman juga pakar lainnya makin mengakui bahwa “organisasi kini sedang diciptakan ulang (reinvented); tugas-tugas pekerjaan sedang direkayasa –ulang; aturan main pasar sedang ditulis ulang ;sifat fundamental organisasi sedang berubah” dan karena itu,pengembangan organisasi (organization Development) sudah selayaknya menyesuaikan  diri dengan kondisi kondisi baru ini dan memperluas fokusnya di luar perilaku individu ataupun kelompok (French dan Bell).

B.     Perubahan sifat pengembangan organisasi


            Pengembangan organisasi (PO) telah menjadi profesi dengan badan regulernya sendiri, yang menjadi wadah dari para praktisi PO. Anggota profesi ini, apakah mereka bekerja di lembaga akademis, konsultasi. Seperti profesi lainnya, jika mereka tidak mampu memberikan apa yang diminta konsumen, mereka akan tersisih. Karena itu, kita perlu mengetahui bagaimana PO telah merespon kebutuhan konsumen yang berubah-ubah.
            Pengembangan Organisasi merupakan sebuah proses yang menerapkan pengetahuan, praktek-praktek ilmu perilaku (behavioural science) untuk membantu organisasi dalam meraih tingkat efektivitas yang lebih tinggi. Fokus awal PO adalah pada kelompok kerja dalam organisasi dan bukan pada organisasi secara keseluruhan. Namun akhir-akhir ini terjadi pergeseran besar pada fokus bidang PO dari kelompok menjadi organisasi, dan bahkan lebih luas dari pada itu. Tiga perkembangan khusus telah menyebabkan perluasan perspektif tersebut :
·         Dengan munculnya gerakan Desain pekerjaan (job design) pada tahun 1960an, dan terutama dengan munculnya Teori sistem Sosio-Teknik,para praktisi PO makin menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi hanya berkonsentrasi pada kerja kelompok ataupun individu dalam organisasi namun mereka harus juga menimbang-nimbang sistem lain. Secara bertahap, PO mengadopsi perspektif sistem terbuka yang memungkin-kannya untuk memandang organisasi secara totalitas dan dalam lingkungan mereka.
·         Prespektif berskala-organisasi ini telah mendorong para praktisi PO memperluas perspektif mereka. Pertama, mereka mengembangkan minat pada pengelolaan budaya organisasi. Mengikat ,ketika bekerja dengan kelompok, para konsultan PO selalu mengakui pentingnya norma-norma dan nilai kelompok, maka tak heran kalau kemudian mereka makin menaruh minat pada budaya organisasi pada umumnya kedua, mereka juga makin meminati konsep pembelajaran organisasi. Para praktisi PO selalu menekankan bahwa internvensi mereka merupakan suatu proses pembelajaran yang sama pentingnya dengan perubahan. Alhasil , pergeseran minat dari pembelajaran kelompok kepada pembelajaran organisasi hanyalah perluasan alami belaka.
·         Makin meningkatnya penggunaan pendekatan berskala berskala organisasi terhadap perubahan (contohnya, program perubahan budaya ), dibarengi dengan intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi organissasi, mendorong praktisi PO mentransformasikan organisasi secara keseluruhan dan tidak sekedar terfokus perubahan pada bagian-bagian pokoknya saja.


BAB III  PENUTUP

A.     Kesimpulan

Perubahan Terncana merupakan suatu proses siklikal dan berulang – ulang proses diagnosa, tindakan dan evaluasi lebih lanjut. Tujuan Perubahan Terencana adalah untuk meningkatkan efektivitas sisi manusia dalam organisasi. Yang menjadi perhatian utama ialah penekanan sifat kolaboratif upaya perubahan adalah organisasi, manajer maupun penerima perubahan.Sesuai perkembangan Perubahan Terencana selama bertahun – tahun pada keefektifan organisasi masih tetap melekat. Pada versi aslinya Lewin menekankan pentingnya pemecahan masalah melalui tindakan sosial. Keberhasilan perubahan hanya dapat dicapai melalui partisipasi aktif dalam memahami masalah, memilih suatu solusi dan mengimplementasikannya.Model Bullock dan Batten memberi peran lebih direktif dan kurang menekankan pada tugas konsultan dalam peran pengembangan.Perkembangan PO telah membuat banyak orang mempertanyakan keguanaan dan praktek dari pendekatan secara keseluruhan. Pendekatan Perubahan Terencana menekankan pada perubahan inkremental dan terisolasi serta ketakmampuannya dalam mengadopsi perubahan radikal dan transformasional.Pendekatan Perubahan Terencana didasarkan pada asumsi bahwa kesepakatan umum dapat dicapai jika memiliki kemauan dan minat untuk melaksanakan.Perubahan Terencana tidak pernah dimaksudkan untuk dapat diterapkan di semua situasi perubahan dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk ditetapkan dalam situasi dibutuhkan perubahan cepat, koersif atau besar – besaran.



KEPUSTAKAAN


Sulaksana, Uyung. (2003), Manajemen Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.


http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/13/manajemen-perubahan-organisasi-524930.html

No comments:

 

Total Pageviews

Pages