KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat sang pencipta yang telah melimpahkan rahmat dan hidaya-Nya,
sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun maksud dari
penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah
Manajemen Perubahan Organisasi dengan judul “Perubahan Terencana”.
Ucapan
terimah kasih kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan
makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yang membacanya.
Disadari
sepenuhnya bahwa makalah ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan, maka
dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah kami selanjutnya.
Makassar,
02 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan
tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha yang
lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan kualitas produksi
yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya pendekatan
telah dilakukan untuk memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan
dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclius pernah
berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan.
Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai saat ini.
Dikatakan demikian karena memang pada kenyataanya di dunia ini selalu terjadi
perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada tingkat individu
maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa disamping selalu
terjadi perubahan disemua segi kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti
mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada bidang kehidupan yang
lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan merupakan dependent variable untuk perubahan di bidang yang lainnya selalu
terdapat interelasi dan interdependensi nyata, meskipun korelasinya mungkin
tidak segera dapat dilihat.
Oleh
karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan
organisasi baik organisasi pemerintah maupun non pemerintah disamping harus
memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar organisasi
yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari
perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai
keterampilan dan keberanian untuk
melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain
pihak tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan
tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi karena hakekatnya memang seperti itu
maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan
tersebut mengarah pada titik positif.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
perubahan terencana
2. Pandangan
Kurt lewin tentang perubahan terencana
3. Tujuan
daripada penelitian tindakan nyata
4. Model
tiga langkah menurut kurt lewin
5. Fase-fase
dan tahap perubahan terencana
6. Perubahan
sifat pengembangan organisasi
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian perubaahan terencana.
2. Untuk
memahami pandangan kurt lewin tentang perubahan terncana.
3. Untuk
memahami tujuan daripada penelitian tindakan nyata.
4. Untuk
mengetahuai model tiga langkah menurut Kurt lewin.
5. Untuk
mengetahui fase dan tahap perubahan terencana.
6. Untuk
mengetahui perubahan sifat pengembangan organisasi.
BAB. II PEMBAHASAN
A. Perubahan Terencana
Perubahan
terencana merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin
untuk membedakan perubahan yang sengaja digerakkan dan direncanakan oganisasi,
dari jenis perubahan lain yang berlangsung tanpa disengaja, karena sekedar
implus atau perubahan yang dipaksakan pada organisasi.walaupun pelbagai model
diranang agar bias memenuhi tutntutan organisasi tertentu atau muncul dari
mashab tertentu, namun pendekatan perubahan terencana paling sering dikaitkan
praktek pengembangan organisasi (organitation development-PO) dan bahkan bias
dikatakan berada pada intinya. Menurut French dan Bell,
Pengembangan
organisasi (PO) merupakan strategi pebaikan organisasi yang unik yang
berkembangan sejak akhir tahun 1950-an sampai awal 1960-an PO telah menjelma
menjadi kerangka terpadu teori dan praktek serta mampu memecahkan masalah
ataupun membantu memecahkan masalah terpenting yang dihadapi sisi manusia
sebuah organisasi. PO berkenaan dengan manusia dan organisasi, dan orang-orang
yang tergabung dalam organisasi serta bagaimana mereka berfungsi. Po juga
berkaitan dengan perubahan terencana yaitu menggerakkan individu, kelompok dan
organisasi agar berfungsi dengan baik. Perubahan terencana melibatkan commom
sence kerja keras dalm jangka waktu tertentu, pendekatan sistematik dan
berorientasi tujuan serta pengetahuan teruji tentang dinamika organisasi dan
bagaimana cara mengubahnya. Pengetahuan teruju ini bersumber dari ilmu perilaku
seperti psikologi, pssikologi social, sosiologi, antropologi, teori system dan
praktek manajemen.
Prinsip-prinsip
dasar PO adalah seperangkat nilai, asumsi, dan etika yang menekankan pada
organisasi kemanusian dan komitmennya pada efektifitas organisasi. Nilai-nilai
ini telah dibicarakan banyak penulis, salah satunya French dan Bell yang
mengajukan 4 nilai dasar PO :
1.
Keyakinan bahwa keutuhan dan aspirasi
manusia merupakan alasan utama keberadaan organisasi dalam masyarakat.
2.
Para agen perubahan meyakini bahwa
prioritasisasi orgnisasi merupakan bagian absa wilaya organisasi
3.
Agen perubahana berkomitmen meningkatkan
efektivitas organisasi.
4.
PO memberi nilai tinggi pada
demokratisasi organisasi melalui kesetaraan (power ocolatitaion)
Dalam menerpakan empat
nilai dasar ini dalam sebuah survey terhadapa para praktisi PO, Hurley Dkk.
(1992) mendapati lima nilai yang emreka adopsi
1.
Memberdayakan para karyawan untuk
bertindak
2.
Menciptakan keterbukaan dalam komunikasi
3.
Memfasilitasi rasa memiliki pada proses
perubahan dan hasil-hasilnya.
4.
Meningkatkan budaya kerja sama
5.
Meningkatkan pembelajaran yang
berkesinambungan
Kurtlewin
dan perubahan terencana
Lewin merupakan seorang pejuang kemanusian yang amat
meyakini kekuatan demokrasi untuk meningkatkan hidup manusia karya-karyanya
dilatarbelakangi keyakinan bahwa hanya dengan menyelesaikan konflik social,
baik dalam bidang religious, ras, pernikahan, ataupun industry, maka konidsi
manusia mungkin bias ditingkatkan. Dalam mengembangkan peningkatan untuk
mengatasi masalah social, lewin meyakin bahwa isu terpenting adalah bagaimana
menfasilitasi pembelajaran diaman dimungkinkan individu memahami dan menata
persepsi merekan tentang dunia. Walau pada dasarnya dia seorang psikolog, lewin
menolak gagasan bahwa individu dapat dipahami hanya dalam kaitannya dengan
kepribadian individualnya. Benang merah karya-karyanya menyiratkan pandangan
bahwa kelompok diamana siindividu tergabung merupakan dasar persepsi, perasaan
dan tindakan individu tersebut.
Lewin menyatakan bahwa jika seseorang bisa
mengidentifikasi, merencanakan dan menentukan fotensi daya-daya kekuatan ini,
maka kita hanya sekedar paham mengapa individu dan kelompok berperilaku
tertentu namun juga daya kekuatan apa yang harus delemahkan atau diperkuat agar
dapat membawa perubahan. Namun, lewin percaya walau field itu memang ada dan
bisa diukur, namun field tersebut juga terus-menerus merubah (flux). Karena
itu, ia menegaskan bahwa suatu kelompok tak pernah berada dalam keadaan
equilitrium yang stabil, namun selalu berada dalam proses saling adaftasi yang
dia namakan sebagai “quais stationary equilibrium yaitu tidak pernah stabil
sepenuhnya, namun juga tetap menunjukkan konstantan sampai tingkat tertentu
dalam hal perilaku dan keyakinan pokok.
Penelitian
Tindakan Nyata (action research)
Menurut
French dan Bell penelitian tindakan nyata melakukan penelitian terhadap
tindakan dengn tujuan untuk membuatnya makin efektif. Tindakan mengacu pada
program dan intervensi yang dirancang untuk ememcahkan masalah-masalah atau
memperbaiki kondisi tertentu. Pemelitian tindakan nyata merupakan proses pengumpulan
data riset secara sistematis tentang system yang sedang berjalan relative
terhadap sejumlah tujuan, sasaran atau kebutuha system itu, mengembalikannya
kedalam system, mengambil tindakan dengan mengubah variable terpilih dalam
system berdasar data maupun hopotesis dan mengevaluasikan hasil tindakan
tersebut dengan mengumpulkan data lebih lanjut.
Pelatihan
tindakan nyata didasarkan pada proporsisi bahwa pendekatan efektif terhadap
pemecahan masalah organisasi haruslah merupakan analisa rasional dan sistematis
terhadap isu-isu terkait. Hal ini mestilah menjadi pendekatan yang mampu
mengumpulkan informasi, hipotesa, dan tindakan dari semua pihak yang terlibat
sekaligus analisa untuk mengevaluasi tindakan yang diambil sebagai selusi
masalah.
Dalam istilah organisasi,
proyek klasik penelitian tindakan nyata biasanya terdiri dari tiga kelompok.
1.
Organisasi (diwakili satu atau lebih
menejer senior)
2.
Subyek (para karyawan dari bagian dimana
prubahan terjadi)
3.
Agen perubahan (konsultan baik internal
maupun eksternal)
Ketiga entitas ini
membentuk komunitas pembelajaran dimana dam melalui mana riset tersebut dilaksanakan, untuk dicarikan solusi pada masalah
organisasi atau kelompok bisa disimpulkan bahwa lewinlah yang pertama kali
menekankan pembelajaran yang kemudian dipadukan memjadi perilaku, sebagai hal
terpenting ketimbang hasil perubahan organisasi itu sendiri.
Ketiga
intitas ini harus, baik secara individual maupun secara kolektif, sepakat untuk
bekerjasama dalam sebuah kelompok, mematuhi kerangka kerja yang sama-sama
diterima dan dibangun. Kelompok kecil ini merupakan media dimana situasi
masalah bisa dirubah-rubah serta menjadi forum untuk menilai kepentingan dan
etika dan pihak-pihak yang terkait. Hal ini merupakan proses berulang dimana
kelompok menganalisadan memecahkan masalah melaluiserangkaian iterasi. Agen
perubahan (konsultan), melalui keterampilan koordinasinya mengaitikan berbagai
pendiapat dan aktifitas dalam kelompok, untuk membentuk rantai ide dan hipotesa
yang koheren (heller).
Metode
pengumpulan data, analisa dan dianosa yang di gunakan bergantung pada sifat
masalah, namun setiap kali semua kegiatan ini di laksanakan secara
partisipatif. Agen perubahan member metode investigasi sesuai dengan
pemahamannya tentang maslah tersebut. Organisasi tersebut menyumbangkan
pemahamannya tentang situasi tertentu serta keistimewaanya. Kemudian data-data
ini di ajukan kepada subyek sebagai bahan pertimbangan. Responnya di jadikan
umpan balik kedua belah pihak lainnya dan rangkaian iterasi di mulai lagi.
Pengetahuan serta pemahaman yang di dapatkan dari pertukaran pandangan dan
persepsi tentang masalah ini kerap berunjung pada perumusan ulang situasi serta
masalah. Ini juga menimbulkan kebutuhan pada perencanaan tindakan baru, jika hasil
yang di dapatkan ingin segera di tindak lanjuti, di jadikan umpan balik dan
evaluasi. Dari proses pencarian fakta ini, hipotesa di susun, dan rangkaian
tindakan diputuskan, di terapkan, serta dievaluasi. Semua ini terjadi Dallam
kelompok dan dengan persetujuan semua anggota.
Karena
itu, penelitian tindakan nyata merupakan proses bercabang dua. Pertama, pendekatan ini menitikberatkan
bahwa perubahan butuh tindakan, dan di arahkan untuk mencapai ini. Kedua, tindakan yang berhasil di
dasarkan pada analisa situasi secara tepat, mengidentifikasi semua alternative
solusi (hipotesa) lalu memilih yang paling sesuai untuk di terapkan dalam
situasi tersebut (Bennett). Pendekatan bercabang dua ini, dengan menekankan
pada tindakan maupun riset, mengatasi sindrom ‘kelumpuhan melalui analisa’ yang
tercipta dengan penerapan teknik-teknik tertentu. Landasan teoritis pendekatan
ini terletak pada teori Gestalt-Field yang menekankan bahwa perubahan hanya
dapat di capai dengan membantu individu untuk mereflesikan serta memeperoleh
wawasan baru atas situasi mereka. Namun demikian, penelitian tindakan nyata
juga berkaitan dengan dinamika kelompok karena sama-sama menggunakan tim untuk
menyelesaikan maslah dan menekankan keterlibatan semua pihak terkait. Hal ini wajar saja mengingat peran
penting Lewin dalam mengembangkan baik penelitian tindakan nyata maupun
dinamika kelompok.
Namun,
walau penelitian tindakan nyata telah memperoleh banyak pengikut selama
bertahun-tahuin, salah satu hambatan dalam penerapannya adalah perlunya
komitmen baik dari pihak manajemen dan juga mereka yang menjadi subyek
perubahan. Hal ini menjadi sulit bagi organisasi besar. Oleh karena itu,
strategi utamanya adalah dengan memakai pendekatan atas-bawah (top-down), mendapatkan lampu hijau
manajemen senior sebagai langkah awal. Namun ini tidak selalu berhasil, karena persetujuan manajemen puncak tak selalu menjamin
kerja sama jenjang-jenjang lain dalam organisasi.
Begitu
pula, kerja sama saja tidaklah cukup. Di perlukan juga ‘rasa membutuhkan’ (felt-need) ,demikianlah istilah Lewin.
Rasa membutuhkan merupakan kesadaran diri individu bahwa perubahan memang merupakan
keniscayaan. Kebutuhan tersebut harus di rasakan semua pihak yang terlibat.
Jika derajat rasa-membutuhkan dalam organisasi rendah, upaya mengintrodusir
perubahan menjadi problematic terutama di bidang di mana prinsip-prinsip
penelitian tindakan nyata di terapkan. Bahkan, apabila kebutuhan akan perubahan
dapat di terima, hal ini mungkin tidak mampu mengesampingkan kecemasan karyawan
pada tampak perubahan. Terutama bila terdapat kaitan erat antara identitas
pribadi, posisi pekerjaan dan tingkat social yang kini terancam dengan rencana
perubahan tersebut.
Model
Perubahan Tiga Langkah
Dalam mengembangkan
model ini Lewin menyatakan bahwa :
Perubahan
menuju tingkat kinerja kelompok yang lebih tinggi sering berlangsung secara
temporal saja; apabila muncul penentangan, keadaan kelompok akan segera kembali
ke tingkat sebelumnya. Ini menandakan bahwa tidaklah memadai hanya dengan
mendefinisikan tujuan perubahan terencana dalam hal kinerja kelompok sebagai
tercapainya tataran lain. Kepermanenan (permanency)
pada tataran baru, atau kepermanenan untuk jangka waktu yang diinginkan
sebaiknya ikut di jadikan tujuan. Karena itu, perubahan yang berhasil mencakup
tiga aspek: unfreezing (jika di
butuhkan ) tingkatan sekarang, perpindahan (moving)
ke tingkatan baru dan refreezing tingkatan
baru tersebut. Karena setiap tingkatan ditentukan oleh medan kekuatan (force field), kepermanenan bermakna
bahwa force field yang baru di
pertahankan sedemikian rupa agar relative aman terhadap perubahan.
Jadi bagi Lewin,
perubahan yang berhasil mencakup tiga langkah:
·
Pencairan (unfreezing) tingkatan
sekarang
·
Perpindahan (moving) ke tingkatan baru
·
Pembekuan/pemantapan (refreezing)
tingkatan baru tersebut.
Sebelum perilaku baru sukses
diadopsi, maka perilaku lama harus di buang. Baru setelah itu, perilaku baru
dapat di terima. Inti pendekatan ini adalah keyakinan bahwa kemauan dari change
adopter (subyek perubahan) merupakan unsure penting, baik dalam membuang
perilaku lama, ‘pencairan’ dan perpindahan ke perilaku baru. Sekali lagi, pada tingkatan-tingkatan
ini dibutuhkan adanya rasa-membutuhkan (felt-need).
Rasa-membutuhkan bukanlah
satu-satunya persamaan antara model tiga langkah dengan penelitian tindakan
nyat. Bahkan, kita dapat melihat bahwa kedua langkah pertama model tiga
langkah, yaitu pencairan (unfreezing) dan perpindahan (moving) secara garis
besar sama dengan penelitian tindakan nyata. Ini dapat dilihat dari
teknik-teknik yang di gunakan.
Pencairan (unfreezing) meliputi
upaya-upaya memperlemah daya kekuatan yang membentuk perilaku organisasi masa
kini. Menurut Rubin, pencairan (unfreezing) memerlukan beberapa bentuk
pertemuan konfrontatif atau proses re-edukasi bagi mereka yang terkait
perubahan. Ini dapat diraih melalui pembangunan tim atau bentuk pengembangan
manajemen (PO) lainnya, dimana masalah yang ingin di pecahkan (dirubah)
dianalisa, atau dipaparkan data-datanya, untuk menunjukkan bahwa didalamnya
terdapat permasalahn serius. Inti aktifitas-aktifitas ini adalah untuk membuat
semua pihak yang terkait agar merasa yakin diperlukannya perubahan. Pencairan
(unfreezing) jelas sama dengan unsure riset dalam penelitian tindakan nyata,
dan demikian pula dengan langkah berikutnya, perpindahan, identitas dengan
unsure tindakan.
Fase-fase
dan Perubahan Terencana
Dalam mengembangkan model
tiga langkah Lewin, para memperluasnya menjadi sejumlah langkah atau fase.
Lippit mengembangkan model tujuh tahap, sementara Cummings dan Huse menunjukkan
bahwa, ‘kosep perubahan terencana menyiratkan bahwa organisasi berada dalam
tingkatan keadaan yang berbeda-beda bahwa perpindahan terencana dapat terjadi
dari satu keadaan
Menuju
kelainnya. Karena itu , untuk dapat memahami perubahan terencana, tidaklah
cukup hanya dengan memahami proses yang mendorong perubahan, namun harus ada
apresiasi tahap-tahap keadaan yang mesti dilalui organisasi untuk dapat pindah
dari keadaan yang mesti dilalui organisasi untuk dapat pindah dari keadaan kini
yang tak memuaskqan menuju ke keadaan masa depan yang diinginkan.
Bullock
dan Batten mengajukan model terpadu perubahan empat tahap berdasarkan atas
studi dan perpaduan lebih dari 30 model perubahan terncana. Model mereka
menggambarkan perubahan terencana dalam dua dimensi utama : tahap-tahap
perubahan, yaitu tingkatan-tingkatan keadaan yang dilalui organisasi ketika
sedang menerapkan perubahan terencana, dan proses-proses perubahan,yaitu
metode-metode yang dipergunakan untuk menggerakkan organisasi dari keadaan satu
menuju ke lainnya.
Keempat tahap perubahan,dan proses-proses perubahan yang menyertainya,
sebagaimana rumusan bullock dan banten dipaparkan di bawah ini :
1.
Fase
Eksplorasi,pada tahap ini, organisasi
menimbang-menimbang dan memutuskan apakah ingin membuat perubahan spesifik
dalam operasinya dan, jika demikian, mengalokasikan sumber-sumber daya untuk merencanakan
perubahan. Proses perubahan terkait dalam fase ini adalah tumbuhnya kesadaran
akan perlunya perubahan, mencari bantuan dari luar (seorang
konsultan/fasilitator) untuk membantu perencana dan penerapan perubahan,dan
mengikat kontrak dengan konsultan di mana diuraikan tanggung jawab
masing-masing pihak.
2.
Fase
perencanaan,begitu konsultan dan organisasi terkait
kontrak,maka dimulai tahap berikutnya, yaitu upaya pengenalan masalah yang
dihadapi organisasi. Proses-proses perubahan yang terkait adalah pengumpulan
informasi agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan-tujuan
perubahan dan desain tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan-tujuan ini, dan membujuk para pengambil keputusan kunci untuk
menyepakati dan mendukung rencana perubahan.
3.
Fase
Tindakan ,pada tahap ini, organisasi mengimplementasikan
perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan terkait dirncang untuk
menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju keadaan masa depan yang
diinginkan,termasuk pengaturan yang diperlukan dalam mengelola proses perubahan
dan meraih dukungan atas tindakan yang akan di ambil,serta mengevaluasi
aktifitas implementasi dan memberikan
umpan balik agar dapat di lakukan penyesuaian atau perbaekan yang di perlukan .
4.
Fase
integrasi , tahapan ini segera di mulai begitu perubahan
telah suskes di implementasikan. Tahap
ini menyangkut konsolidasi dan
stabilisasi perubahan sehingga menjadi bagian oprasi normal organisai
sehari-hari dan tidak lagi membutuhkan pengaturan atau dorongan khusus untuk mempertahankannya . Proses-proses
perubahan yang tercakup adaalah menguatkan perilak baru melalui umpan balik dan
sistem imbalan serta secara berangsur –angsur
ketergantungan pada konsultan dikurangi, menyebarkan aspek-aspek
kesuksesan proses perubahan ke seluruh organisasi dan melatih para manajer
serta karyawan untuk secara terus-menerus memonitor perubahan dan upaya-upaya
perbaikan.
Menurut Cummings dan Huse, model di
atas dapat diterapkan pada pelbagai situasi perubahan. Model ini menggabungkan
aspek-aspek penting dari model perubahan lainnya dan,terutama, model ini jugs
mampu mengatasi kebingungan antara proses-proses (metode dan tahap
perubahan-urutan tahap-tahap yang harus dilalui organisasi agar sukses mencapai
perubahan.
Fokus model Bullock dan Batten,
seperti juga dengan model Lewin, adalah perubahan pada tataran individu dan
kelompok namun demikian, para praktisi PO sebagaiman juga pakar lainnya makin
mengakui bahwa “organisasi kini sedang diciptakan ulang (reinvented);
tugas-tugas pekerjaan sedang direkayasa –ulang; aturan main pasar sedang
ditulis ulang ;sifat fundamental organisasi sedang berubah” dan karena
itu,pengembangan organisasi (organization Development) sudah selayaknya
menyesuaikan diri dengan kondisi kondisi
baru ini dan memperluas fokusnya di luar perilaku individu ataupun kelompok
(French dan Bell).
B. Perubahan sifat pengembangan organisasi
Pengembangan
organisasi (PO) telah menjadi profesi dengan badan regulernya sendiri, yang
menjadi wadah dari para praktisi PO. Anggota profesi ini, apakah mereka bekerja
di lembaga akademis, konsultasi. Seperti profesi lainnya, jika mereka tidak
mampu memberikan apa yang diminta konsumen, mereka akan tersisih. Karena itu,
kita perlu mengetahui bagaimana PO telah merespon kebutuhan konsumen yang
berubah-ubah.
Pengembangan
Organisasi merupakan sebuah proses yang menerapkan pengetahuan, praktek-praktek
ilmu perilaku (behavioural science) untuk membantu organisasi dalam meraih
tingkat efektivitas yang lebih tinggi. Fokus awal PO adalah pada kelompok kerja
dalam organisasi dan bukan pada organisasi secara keseluruhan. Namun
akhir-akhir ini terjadi pergeseran besar pada fokus bidang PO dari kelompok
menjadi organisasi, dan bahkan lebih luas dari pada itu. Tiga perkembangan
khusus telah menyebabkan perluasan perspektif tersebut :
·
Dengan munculnya gerakan Desain
pekerjaan (job design) pada tahun 1960an, dan terutama dengan munculnya Teori
sistem Sosio-Teknik,para praktisi PO makin menyadari bahwa mereka tidak bisa
lagi hanya berkonsentrasi pada kerja kelompok ataupun individu dalam organisasi
namun mereka harus juga menimbang-nimbang sistem lain. Secara bertahap, PO
mengadopsi perspektif sistem terbuka yang memungkin-kannya untuk memandang
organisasi secara totalitas dan dalam lingkungan mereka.
·
Prespektif berskala-organisasi ini telah
mendorong para praktisi PO memperluas perspektif mereka. Pertama, mereka
mengembangkan minat pada pengelolaan budaya organisasi. Mengikat ,ketika
bekerja dengan kelompok, para konsultan PO selalu mengakui pentingnya norma-norma
dan nilai kelompok, maka tak heran kalau kemudian mereka makin menaruh minat
pada budaya organisasi pada umumnya kedua, mereka juga makin meminati konsep
pembelajaran organisasi. Para praktisi PO selalu menekankan bahwa internvensi
mereka merupakan suatu proses pembelajaran yang sama pentingnya dengan
perubahan. Alhasil , pergeseran minat dari pembelajaran kelompok kepada
pembelajaran organisasi hanyalah perluasan alami belaka.
·
Makin meningkatnya penggunaan pendekatan
berskala berskala organisasi terhadap perubahan (contohnya, program perubahan
budaya ), dibarengi dengan intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi
organissasi, mendorong praktisi PO mentransformasikan organisasi secara
keseluruhan dan tidak sekedar terfokus perubahan pada bagian-bagian pokoknya
saja.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan
Terncana merupakan suatu proses siklikal dan berulang – ulang proses diagnosa,
tindakan dan evaluasi lebih lanjut. Tujuan Perubahan Terencana adalah untuk
meningkatkan efektivitas sisi manusia dalam organisasi. Yang menjadi perhatian
utama ialah penekanan sifat kolaboratif upaya perubahan adalah organisasi,
manajer maupun penerima perubahan.Sesuai perkembangan Perubahan Terencana
selama bertahun – tahun pada keefektifan organisasi masih tetap melekat. Pada
versi aslinya Lewin menekankan pentingnya pemecahan masalah melalui tindakan
sosial. Keberhasilan perubahan hanya dapat dicapai melalui partisipasi aktif
dalam memahami masalah, memilih suatu solusi dan mengimplementasikannya.Model
Bullock dan Batten memberi peran lebih direktif dan kurang menekankan pada
tugas konsultan dalam peran pengembangan.Perkembangan PO telah membuat banyak
orang mempertanyakan keguanaan dan praktek dari pendekatan secara keseluruhan.
Pendekatan Perubahan Terencana menekankan pada perubahan inkremental dan
terisolasi serta ketakmampuannya dalam mengadopsi perubahan radikal dan
transformasional.Pendekatan Perubahan Terencana didasarkan pada asumsi bahwa
kesepakatan umum dapat dicapai jika memiliki kemauan dan minat untuk melaksanakan.Perubahan
Terencana tidak pernah dimaksudkan untuk dapat diterapkan di semua situasi
perubahan dan jelas tidak pernah dimaksudkan untuk ditetapkan dalam situasi
dibutuhkan perubahan cepat, koersif atau besar – besaran.
KEPUSTAKAAN
Sulaksana, Uyung. (2003), Manajemen Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/13/manajemen-perubahan-organisasi-524930.html
No comments:
Post a Comment