About

Tuesday, June 11, 2013

Pendakian Di Lembah Ramma, Malino


Makassar, 31 mei 2013

 Terima Kasih Untuk Kawan-Kawan Pendidikan Administrasi Perkantoran 2010 Karena Telah Meluangkan Waktu Selama Tiga Hari Untuk Menjajaki Lembah Ramma, Malino.


Setelah beberapa pekan yang lalu kami melaksanakan perjalanan di beberapa kota di jawa kini kami kembali menyusun rencana untuk bersama-sama meninggalkan kepenatan dibalik aktivitas di kota Makassar. Namun rencana kali ini tidak sama sebelumnya, melainkan perjalanan yang lebih ekstrim yaitu melakukan pendakian, dan dibalik kesepakatan itu kami memutuskan untuk menjajaki lembah ramma, malino. Seuatu lembah yang begitu indah dan penposona menurut Capunk Trisula atau dengan panggilan klasiknya “Sule” salah seorang Pengurus MPA Trisulan (Mahasiswa Pecinta Alam Tingkat Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar) sekaligus teman sekelas kami.

Semua peralatan telah kami persiapkan meski menuai banyak kesulitan karena keterbatasan alat yang akan di gunakan karena banyaknya aktivitas yang sama di beberapa mahasiswa pecinta alam. Namun dengan usaha bersama kami berhasil mengumpulkan alat yang dapat dipergunakan selama 3 hari perjalanan, dan juga mendapat kemudahan atas sumbangan mie instan dari saudari selvi novianty yang menjadi konsumsi utama kami di pendakian.

Dengan sepeda motor kami coba kalahkan gelapnya malam dengan rintangan yang berkelok-kelok selama perjalanan karena untuk mencapai daerah malino selain pendakian, juga jalan yang membuat kami putar setir motor kiri kanan. Belum lagi sang Shogun Biru yang ditunggangi Saudara alpen seakan akan mengantuk hingga cahayanya tak dapat menerangi jalan yang berlubang.


Kampong lembanna yang merupakan kampong terakhir merupakan tempat persinggahan kami untuk menyimpan kendaraan sekaligus mempersiapkan diri untuk memulai perjalanan. Sekitar pukul 10.00 malam kami sampai di kampong ini setelah berhasil menaklukkan jalan utama malino.
Saat tiba di desa lembanna kami tak langsung melanjutkan perjalanan namun memilih istirahat sejenak sembari menunggu persiapan makan malam yang diracik lansung oleh saudara sudirman, mie goring paling lezat menurut saudara nursyamsi atau yang lebih dikenal dengan panggilan Iccank (nama panggilan yang kontradiksi dengan aslinya). Sambil mengirup segelas kopi hangat secara bergantian ditengah dinginnya malam yang menusuk tulang kami seakan-akan ingin mematikan langkah dan ambisi kami kadang cuaca sesekali membujuk untuk istirahat lebih lama.
Komitmen yang besar sebelum berangkat dari Makassar kami coba bangun kembali. Membisik malam dengan berharap perjalanan kami kali ini akan lancar dibalik do’a yang dipimpin oleh saudara rahmat badaruddin, serta arahan dari saudara sule yang merupakan leader dari perjalanan ini. Kami coba teriakkan dalam hati kami coba teriakkan kepada sang bintang untuk tetap menemani perjalan kami karena sebelumnya sempat hilang tertelan gemuru sang hujan.

Hanya Karena Kesalahan Satu Langkah, Dapat Membuat Anda Tersesat Beberapa KiloMeter”

Dengan strategi sederhana Kami awali langkah kecil diatas jalan yang masih beraspal sebelum memasuki area perkebunan milik warga. Didepan sana ada saudara sule sebagai pemimpin, diikuti oleh sudirman, elha (satu-satunya makhluk halus yang menerima tantangan ini) kemudian rahmat badaruddin, iccank, aris, saya sendiri (Adhy) dan yang paling belakang Saudara Alpen Rante Toding. Strategi kami yaitu untuk tidak ada yang keluar dari rombongan apaun yang terjadi. Saling menjaga dan melindungi adalah keputusan akhir.
Malam semakin gelap sekitar pukul 11.05 kami mulai memasuki perkebunan warga, terlihat hamparan tanaman umbi-umbian menjadi pemandangan awal yang disninari oleh rembulan malam. Langkah demi langkah kami susuri malam hingga tak terasa bukit pertama kami lewati, suara binatang malam pun mulai terdengar dibalih pepohonan besar disamping kiri dan kanan jalan yang kami lalui yang seakan akan menyambut dengan ramah kedatangan kami.

Dengan kondisi jalan yang basah dan becek kami lalui dengan sabar dan bermodalkan headlamp yang terpasang rapi dikepala menjadi penerang ditengah gelapnya malam dibawah rindangan pohon pinus, beberapa suara binatang yang masih asing dipendengaran kami semakin berderuh dalam hati. “kalau niat kita benar, semua akan baik-baik saja jadi nikmati saja perjalanan ini” sedikit nasihat terdengar dari arah depan yang dilontarkan oleh saudara sule. Disambut dengan candaan dari saudara aris yang sepertinya ingin mematikan ketakutannya, deruh nafas terdengar jelas yang menggambarkan rasa letih ditengan perjalanan ini tak jarang pula terdengan suara batuk dari teman yang lain begitupun dariku. Elha yang satu-satunya makhluk halus pun sepertinya tak mudah terkalahkan oleh ganasnya bukit yang menjadi rintangan selama perjalan.
Kami semakin menikmati perjalanan ini, dengan gemuru air yang begitu jernih mengalir dibalik akar pohon yang besar, mengalir dengan tenang dan tak ingin menghalangi langkah kami. Semua bersahabat, cinptaan tuhan menjadi satu. Pohon, air dan binatang yang kami lalui selama perjalanan menjadi sahabat kami, menjadi kawan yang siap menemani warna dikesunyian malam.

Masih jauh yah Sule ? Tanya aris
“Sudah dekat” jawab sule dengan singkat
Dimanami pale ? Tanya aris kembali
“Didepan” masih dengan jawaban singkatnya.
Tak lama kemudian terdengar teriakan dari kejauhan, dan kemudian terlihat cahaya dari arah belakang kami, ternya rombongan lain yang juga dari Makassar. Sesampai di post 1 kami istirahat sejenak, berbagi air minum untuk melepas dahaga. Melap keringat dengan potongan kain meski rasa dingin masih menusuk tulang. Satu persatu rombongan datang dan juga istirahat. Saling bertukar sapa antara satu sama lain sebagai wujud rasa menghargai sesama pendaki. Mencoba untuk saling mengenal bukanlah hal yang buruk untuk suasana seperti ini. Kami tak begitu lama berbincang-bincang namun setidaknya dia menyebutkan bahwa rombongannya berasal dari “Mapala Tehnik 45 Makassar”

Istirahat yang lama bukanlah solusi saat itu, namun kami harus hentakkan langkah di bumi malino dan semakin jauh masuk ke hutan, sejuta warna kembali mewarnai perjalanan kami, indah memang namun setidaknya perasaan takutpun ikut andil dalam benak kami.

Sesekali bang aris yang jalan didepan tak lagi mampu menjaga keseimbangan badannya dan harus tergeletak ditanah meski masih bangkit lagi dengan sendirinya, dan hanya tawa yang menyambutnya saat itu, seakan menjadi hal yang lucu di tengan gelapnya malam. Headlamp yang terpasang rapi di kepala kami masing-masing pun mulai menuntut haknya ketika dayanya mulai berkurang. Bang aris yang saat itu dengan penerang handlamp lebih memilih mengantonginya ketimbang harus menjadi bagian yang menghalangi langkahnya ketika jalanan makin terjal.

Meski begitu gelap dan penuh dengan suara yang mencekam entah muncul dari binatang apa, namun setidaknya gemuru air sungai masih menjadi bagaian penyemangat dalam langkah kami. Beberapa bukit telah kami lalui, dan sungai pun telah kami seberangi namun tak kunjung jua sampai pada puncak pendakian, sesekali bang aris masih mempertanyakan akan jarak tempuh pejalanan kami. Namun masih tak dijawab serius oleh sule sebagai leader perjalan kami saat ini.

Akhirnya samapi juga di puncak talung, dan karena kondisi teman-teman kurang memungkinkan untuk melanjutkan perjalan untuk menurungi lembah, kami lebih memilih untuk mendirikan tenda dan menginap semalam di puncak talung. Pembicaraan mala mini tak begitu panjang karena kondisi melelapkan kami dalam tidur. Dengan kondisi yang cukup dingin, kami coba baringkan badan dengan saling menghangatakan antara satu sama lain.

Pagi pun menyambut, mentari telah tersenyum di upuk timur, dan sungguh indah alam ciptaan Tuhan tatkala kami melihat alam sekitar camp kami, pemandangan alam yang sungguh luar biasa, satu persatu teman-teman pun keluar dari tenda dan tak sedikitpun rasa lelah yang muncul dari wajah mereka melainkan kekaguman dan rasa bahagia yang menjadi warna kami hari ini. Tak perlu menunggu waktu yang lama untuk memotret, semua tampak indah dipandangan kami. Setelah mengambil beberapa gambar, kami berencana melanjutkan perjalanan, yaitu menuruni lembah ramma yang di tempuh sekitar 40 menit, perjalan kali ini cukup menantang karena pas disamping kami ada satu sisi yaitu jurang yang begitu tinggi dan tak akan hidup jika jatuh dari jurang ini, itulah bayangan yang muncul dipikiran kami, namun kami harus lewati jalan ini untuk sampai kelembah ramma.. di pertengan perjalanan, kami memilih istirahat dan mengisi botol air yang telah habis semalam. Air yang begitu sejuk, dingin dan nikmat terasa mengalir ditenggorokan.



Gambar Terkait :













 


Ketua :
- Alpen rante Toding      

Wakil :
- Sulaiman

Sekretaris :
- Adhy


Juru Kamera : 
- Rahmat Badaruddin
- Elha
- Aris

konsumsi :
- Sudirman

Produser
- Ichank

1 comment:

Ahmad Dahlan said...

Lembah Ramma sellau dihati, jadi rindu dengan lembah ini

 

Total Pageviews

Pages