Makassar,
31 mei 2013
Terima Kasih Untuk Kawan-Kawan Pendidikan Administrasi Perkantoran 2010 Karena Telah Meluangkan Waktu Selama Tiga Hari Untuk Menjajaki Lembah Ramma, Malino.
Setelah
beberapa pekan yang lalu kami melaksanakan perjalanan di beberapa kota di jawa
kini kami kembali menyusun rencana untuk bersama-sama meninggalkan kepenatan
dibalik aktivitas di kota Makassar. Namun rencana kali ini tidak sama
sebelumnya, melainkan perjalanan yang lebih ekstrim yaitu melakukan pendakian,
dan dibalik kesepakatan itu kami memutuskan untuk menjajaki lembah ramma,
malino. Seuatu lembah yang begitu indah dan penposona menurut Capunk Trisula
atau dengan panggilan klasiknya “Sule” salah seorang Pengurus MPA Trisulan
(Mahasiswa Pecinta Alam Tingkat Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Makassar) sekaligus teman sekelas kami.
Semua
peralatan telah kami persiapkan meski menuai banyak kesulitan karena
keterbatasan alat yang akan di gunakan karena banyaknya aktivitas yang sama di
beberapa mahasiswa pecinta alam. Namun dengan usaha bersama kami berhasil
mengumpulkan alat yang dapat dipergunakan selama 3 hari perjalanan, dan juga
mendapat kemudahan atas sumbangan mie instan dari saudari selvi novianty yang
menjadi konsumsi utama kami di pendakian.
Dengan
sepeda motor kami coba kalahkan gelapnya malam dengan rintangan yang
berkelok-kelok selama perjalanan karena untuk mencapai daerah malino selain
pendakian, juga jalan yang membuat kami putar setir motor kiri kanan. Belum
lagi sang Shogun Biru yang ditunggangi Saudara alpen seakan akan mengantuk
hingga cahayanya tak dapat menerangi jalan yang berlubang.
Kampong
lembanna yang merupakan kampong terakhir merupakan tempat persinggahan kami
untuk menyimpan kendaraan sekaligus mempersiapkan diri untuk memulai
perjalanan. Sekitar pukul 10.00 malam kami sampai di kampong ini setelah
berhasil menaklukkan jalan utama malino.
Saat
tiba di desa lembanna kami tak langsung melanjutkan perjalanan namun memilih
istirahat sejenak sembari menunggu persiapan makan malam yang diracik lansung
oleh saudara sudirman, mie goring paling lezat menurut saudara nursyamsi atau
yang lebih dikenal dengan panggilan Iccank (nama panggilan yang kontradiksi
dengan aslinya). Sambil mengirup segelas kopi hangat secara bergantian ditengah
dinginnya malam yang menusuk tulang kami seakan-akan ingin mematikan langkah
dan ambisi kami kadang cuaca sesekali membujuk untuk istirahat lebih lama.
Komitmen
yang besar sebelum berangkat dari Makassar kami coba bangun kembali. Membisik
malam dengan berharap perjalanan kami kali ini akan lancar dibalik do’a yang
dipimpin oleh saudara rahmat badaruddin, serta arahan dari saudara sule yang
merupakan leader dari perjalanan ini. Kami coba teriakkan dalam hati kami coba
teriakkan kepada sang bintang untuk tetap menemani perjalan kami karena
sebelumnya sempat hilang tertelan gemuru sang hujan.
“Hanya Karena Kesalahan Satu Langkah, Dapat
Membuat Anda Tersesat Beberapa KiloMeter”
Dengan
strategi sederhana Kami awali langkah kecil diatas jalan yang masih beraspal
sebelum memasuki area perkebunan milik warga. Didepan sana ada saudara sule
sebagai pemimpin, diikuti oleh sudirman, elha (satu-satunya makhluk halus yang
menerima tantangan ini) kemudian rahmat badaruddin, iccank, aris, saya sendiri
(Adhy) dan yang paling belakang Saudara Alpen Rante Toding. Strategi kami yaitu
untuk tidak ada yang keluar dari rombongan apaun yang terjadi. Saling menjaga
dan melindungi adalah keputusan akhir.
Malam
semakin gelap sekitar pukul 11.05 kami mulai memasuki perkebunan warga,
terlihat hamparan tanaman umbi-umbian menjadi pemandangan awal yang disninari
oleh rembulan malam. Langkah demi langkah kami susuri malam hingga tak terasa
bukit pertama kami lewati, suara binatang malam pun mulai terdengar dibalih
pepohonan besar disamping kiri dan kanan jalan yang kami lalui yang seakan akan
menyambut dengan ramah kedatangan kami.
Dengan
kondisi jalan yang basah dan becek kami lalui dengan sabar dan bermodalkan
headlamp yang terpasang rapi dikepala menjadi penerang ditengah gelapnya malam
dibawah rindangan pohon pinus, beberapa suara binatang yang masih asing
dipendengaran kami semakin berderuh dalam hati. “kalau niat kita benar, semua
akan baik-baik saja jadi nikmati saja perjalanan ini” sedikit nasihat terdengar
dari arah depan yang dilontarkan oleh saudara sule. Disambut dengan candaan
dari saudara aris yang sepertinya ingin mematikan ketakutannya, deruh nafas
terdengar jelas yang menggambarkan rasa letih ditengan perjalanan ini tak
jarang pula terdengan suara batuk dari teman yang lain begitupun dariku. Elha
yang satu-satunya makhluk halus pun sepertinya tak mudah terkalahkan oleh
ganasnya bukit yang menjadi rintangan selama perjalan.
Kami
semakin menikmati perjalanan ini, dengan gemuru air yang begitu jernih mengalir
dibalik akar pohon yang besar, mengalir dengan tenang dan tak ingin menghalangi
langkah kami. Semua bersahabat, cinptaan tuhan menjadi satu. Pohon, air dan
binatang yang kami lalui selama perjalanan menjadi sahabat kami, menjadi kawan
yang siap menemani warna dikesunyian malam.
Masih
jauh yah Sule ? Tanya aris
“Sudah
dekat” jawab sule dengan singkat
Dimanami
pale ? Tanya aris kembali
“Didepan”
masih dengan jawaban singkatnya.
Tak
lama kemudian terdengar teriakan dari kejauhan, dan kemudian terlihat cahaya
dari arah belakang kami, ternya rombongan lain yang juga dari Makassar. Sesampai
di post 1 kami istirahat sejenak, berbagi air minum untuk melepas dahaga. Melap
keringat dengan potongan kain meski rasa dingin masih menusuk tulang. Satu persatu
rombongan datang dan juga istirahat. Saling bertukar sapa antara satu sama lain
sebagai wujud rasa menghargai sesama pendaki. Mencoba untuk saling mengenal
bukanlah hal yang buruk untuk suasana seperti ini. Kami tak begitu lama
berbincang-bincang namun setidaknya dia menyebutkan bahwa rombongannya berasal
dari “Mapala Tehnik 45 Makassar”
Istirahat
yang lama bukanlah solusi saat itu, namun kami harus hentakkan langkah di bumi
malino dan semakin jauh masuk ke hutan, sejuta warna kembali mewarnai
perjalanan kami, indah memang namun setidaknya perasaan takutpun ikut andil
dalam benak kami.
Sesekali
bang aris yang jalan didepan tak lagi mampu menjaga keseimbangan badannya dan
harus tergeletak ditanah meski masih bangkit lagi dengan sendirinya, dan hanya
tawa yang menyambutnya saat itu, seakan menjadi hal yang lucu di tengan
gelapnya malam. Headlamp yang terpasang rapi di kepala kami masing-masing pun
mulai menuntut haknya ketika dayanya mulai berkurang. Bang aris yang saat itu
dengan penerang handlamp lebih memilih mengantonginya ketimbang harus menjadi
bagian yang menghalangi langkahnya ketika jalanan makin terjal.
Meski
begitu gelap dan penuh dengan suara yang mencekam entah muncul dari binatang
apa, namun setidaknya gemuru air sungai masih menjadi bagaian penyemangat dalam
langkah kami. Beberapa bukit telah kami lalui, dan sungai pun telah kami seberangi
namun tak kunjung jua sampai pada puncak pendakian, sesekali bang aris masih
mempertanyakan akan jarak tempuh pejalanan kami. Namun masih tak dijawab serius
oleh sule sebagai leader perjalan kami saat ini.
Akhirnya
samapi juga di puncak talung, dan karena kondisi teman-teman kurang
memungkinkan untuk melanjutkan perjalan untuk menurungi lembah, kami lebih
memilih untuk mendirikan tenda dan menginap semalam di puncak talung. Pembicaraan
mala mini tak begitu panjang karena kondisi melelapkan kami dalam tidur. Dengan
kondisi yang cukup dingin, kami coba baringkan badan dengan saling
menghangatakan antara satu sama lain.
Pagi
pun menyambut, mentari telah tersenyum di upuk timur, dan sungguh indah alam
ciptaan Tuhan tatkala kami melihat alam sekitar camp kami, pemandangan alam
yang sungguh luar biasa, satu persatu teman-teman pun keluar dari tenda dan tak
sedikitpun rasa lelah yang muncul dari wajah mereka melainkan kekaguman dan
rasa bahagia yang menjadi warna kami hari ini. Tak perlu menunggu waktu yang
lama untuk memotret, semua tampak indah dipandangan kami. Setelah mengambil
beberapa gambar, kami berencana melanjutkan perjalanan, yaitu menuruni lembah
ramma yang di tempuh sekitar 40 menit, perjalan kali ini cukup menantang karena
pas disamping kami ada satu sisi yaitu jurang yang begitu tinggi dan tak akan
hidup jika jatuh dari jurang ini, itulah bayangan yang muncul dipikiran kami,
namun kami harus lewati jalan ini untuk sampai kelembah ramma.. di pertengan
perjalanan, kami memilih istirahat dan mengisi botol air yang telah habis
semalam. Air yang begitu sejuk, dingin dan nikmat terasa mengalir
ditenggorokan.
Gambar Terkait :
Ketua :
- Alpen rante Toding
Wakil :
- Sulaiman
Sekretaris :
- Adhy
Juru Kamera :
- Rahmat Badaruddin
- Elha
- Aris
konsumsi :
- Sudirman
Produser
- Ichank
1 comment:
Lembah Ramma sellau dihati, jadi rindu dengan lembah ini
Post a Comment