Aku duduk sendiri di teras malam itu
Aku memandangi langit yang tak Nampak karena
tertutupi dedaunan
Aku menatap tak berderah
Menikmati aliran sungai kecil yang
berirama depan rumah kita
Memandangi jalan yang sepi
Mamatahkan kesunyian dengan tatapan liar
Hingga kudapati engkau berjalan merontah
Dengan kaki telanjang
Sabit dan cangkul engkau bawa bersamamu
Pakaian penuh lumpur masih engkau
kenakan malam itu, "Tidakkah kau kedinginan karenanya ?"
Kemeja dengan dada terbukan menampakkan
tulang rusukmu
Engkau semakin tua, Tubuhmu semakin
kurus tak terawat
Engkau meletakkan cangkulmu dengan
tenang
Menggantung pakaian kotormu dengan rapi
Lalu beranjak menemui kekasihmu
Yang telah menunggu dirumah
Seharian engkau habiskan waktumu di sawah
Tak pernah kau menghiraukan mentari yang
membakar kulitmu
Hujan yang menggetarkan gerahanmu
Demi menghidupi anak dan istrimu
Aku tak dapat menemuimu kala itu
Aku lebih memilih duduk di rumahmu
memandangimu
dan menatapmu dari kejauhan
kesedihanku
tertancap, menusuk kedalam sanubariku
air mata mengalir dan menetes tanpa
kusadari
Ayah, selama ini aku memandangmu sebelah
mata
Kebencian menjadi raja bagiku dikala
engkau melarangku ini dan itu
Aku mematahkan rembulan yang engkau
berikan
Aku mengubur bintang hingga tak dapat
bersinar lagi
Malamku benar-benar sepi
Engkau telah menghilang dari pandanganku
Namun langkahku tak gelap lagi Ayah
Jelanku telah diterangi oleh jiwamu yang
suci
Menyelimutiku dengan kehangatan dalam dinginku
Memberikan warna dari setiap
persinggahanku.
Adhy Wj
No comments:
Post a Comment