Dia sangat mencintaiku. Dan saya tak boleh
menyia-nyiakannya.. “Tuhan, Jadikan Dia Pasangan yang baik Untukku dan saya
sebagai pendamping yang baik untuknya” (do’a dalam setiap sujudku)
Kusandarkarkan tubuhku didinding dalam ruang yang
berukuran 3 x 3 yang menjadi istanaku saat ini, sesekali tersenyum dikala ku
membayangkan dirinya yang anggung dengan kaca mata yang menambah keindahan raut
wajahnya. Cinta, mungkin itulah kata yang menyelimutiku saat ini dan dekapan
kerinduan dan kasih sayang darinya.
Meski begitu lelah dengan aktivitas kantor hari ini dan
melintasi jalan yang begitu ramai dengan pengendara yang sesekali membuatku
marah ketika bunyi klakson bersamaan berteriak menggemparkan jalan sore ini,
mereka yang tak sabar seolah memiliki kepentingan yang tak bisa ditinggalkan
walau sedetik, kalaupun
begitu mengapa mereka tak berangkat lebih awal sehingga tak harus menjadi pengacau jalan sore ini. “Dasar, seperti saja jalanan milik nenek moyan mereka” ucapku dalam hati.
begitu mengapa mereka tak berangkat lebih awal sehingga tak harus menjadi pengacau jalan sore ini. “Dasar, seperti saja jalanan milik nenek moyan mereka” ucapku dalam hati.
Lega rasanya ketika ku hentikan motorku depan kost
karena setidaknya tak harus berada ditengah-tengan para pengendara yang resek
tadi. Suasana begitu sepi tak seperti biasanya yang diwarnai dengan suara gitar
dan nyanyian dari penghuni kost. Kemana mereka ? kuliah ? tapi sudah sore. Ah,
peduli apa aku dengan mereka, apapun aktivitas mereka selama tidak
menggangguku, ya terserah saja.
Selepas mandi sore dan ganti pakaian saya teringat
dirinya, ku gapai handphoneku yang ada di kantong celana kerjaku yang telah ku
gantung dibagian belakang pintu, saya berniat mengirimkan pesan singkat
untukknya untuk mengetahui kabarnya hari ini namun ternyata dia lebih dulu
mengirimkan pesan untukku, “Rinduka” hanya satu kata namun mampu membuatku
nyaman sore ini. Segera ku balas pesannya dengan kata yang sama dan obrolah
melalu pesan singkat pun merlanjut hingga tak terasa adzan magrib
dikumandangkan di mesjid yang tak jauh dari tempat tinggalku.
Namanya Irma, dia adalah sosok yang ku idamkan dalam
hidupku, dan dia pun mampu menjadi sandaranku dikala berbagai masalah
menyelimutiku. Ketika ku bersamanya berbagai curhatanku mengalir begitu lancar
dan dia pun selalu memberikan saran yang menjadi solusi dari permasalahn yang
kuhadapi. Kubegitu bangga memilikinya.
Bahkan ketika saya marah padanya, dia dengan sabar
menghadapiku hingga ku sadar bahwa ku tak harus marah padanya dan membuatku
minta maaf tanpa dia minta.
“ngapain”
itulah pesan yang selalu masuk dihandphoneku.
“duduk-duduk
dikantor” jawabku
“begitu
ya”
“Iya,
entar pulang kantor saya singgah yang di kost” pintaku.
“iya,
silakan”
Hampir setiap pulang kantor saya menyempatkan diri
untuk mengunjunginya di kost, karena ku selalu merindukannya. Dia memang sosok
yang selalu ku rindukan akhir-akhir ini. Hari-hariku berlalu terasa hampa
tanpanya. Sesampai dikostnya biasanya kuhabiskan waktuku dengan bercanda
dengannya. Dia pecinta film korea yang biasa diputar di salah satu stasiun televisi
dan kadang bersamaan dengan program tv yang saya senangi yaitu “Springtime for
Bear” film karton yang terkadang membuatku tertawa dengannya.
Segalas teh terkadang tak terasa telah habis ketika
telah larut dalam obrolan dengannya. Dia cantik dan manis sehingga mampu
membuat perhatianku tertuju padanya. Meski kaca mata yang biasa dia gunakan tak
lagi mewarnai wajahnya. Kaca matanya patah karena terinjak ketika dia bangun
tidur beberapa hari lalu. Kuingin membelikannya yang baru namun kondisi
keuangan saat ini berkata tidak. Karena jujur sampai saat ini ku tak memiliki
penghasilan sedikit pun.
“Dek,
aku menyayangimu” itulah kata yang selalu ku katakan dihadapannya.
“Saya
tidak” katanya sambil tersenyum
“Ya
sudah kalau kamu tidak menyayangiku, kalau begitu saya tarik kata-kataku tadi”
Dia pun cemberut sambil mencubik lenganku,
kurebahkan tubuhku didekatnya dan kusandarkan kepalaku dipahanya. Kunikmati
sore itu bersamanya. kuhampir terlelap hingga ku dengar suaranya.
“bukannya
ada kegiatan entar malam di benteng”?
“Iya,
sebentar baru berangkat” jawabku
“Saya
ikut”
“Iya,
kamu memang harus ikut, bukannya kamu menjadi peserta”?
“Saya
tidak mau, saya tidak mau ikut sebagai peserta”
“maksudnya”?
bukannya mau ikut dalam pengkaderan ini”?
“Tidak
jadi, saya takut ketika terlalu banyak organisasi yang saya ikuti namun tidak
aktif, kan percuma” jawabnya
“ya
sudah kalau memang tidak bisa ikut pengkaderan, tapi serius mau kesana
sebentar”?
“iya”.
Meski dia tak menjadi peserta dalam pengkaderan,
namun setidaknya ku bahagia karena dia ingin mendampingiku setiap ada kegiatan
diluar kampus. Meski terkadang kumerasa kasihan padanya karena harus ikut
begadang dalam dinginnya malam yang harusnya dia bisa terlelap dalam tidurnya.
Tapi saya tak mungkin melarangnya karena ku takut mengecewakannya.
Dalam setiap akhir sujudku dilima waktu, ku
selalu menitipkan doa untukknya dari sekian do’a yang ku kumandangkan. Tuhan,
Jadikanlah dia pasangan yang baik untukku dan saya sebagai pendamping yang baik
untukknya. Ku tahu hidup ini akan berakhir, namun kuingin bersamanya hingga
pada akhirnya ku kembali padamu bersama cintanya dia adalah adikku sekaligus
kekasih yang sangat kusayangi maka satukanlah kami dan selimutilah kami dengan
sinarmu hingga mampu melangkahkan kaki bersama-sama menuju jalan yang Kau
Ridhai. Aamin
No comments:
Post a Comment