Makassar,
09 Juni 2013
Hari
ini bisa saya sebut hari yang lebih baik dari hari kemarin karena sms yang saya
tunggu sepekan terakhir akhirnya masuk juga, orang yang sepekan terakhir ini
begitu jauh dariku akhirnya datang juga. Rasa kangen kepadanya tentu begitu
besar didalam benakku sehingga kami memutuskan untuk bertemu, pertengkaran
kecil masih saja terjadi di awal komunikasi kami lewat mobile phone.
Pukul
16.00 kami sepakat untuk bertemu setelah aktivitas kami masing-masing selesai
baik kepentingan kampus maupun diluar daripada itu. Karena akhir-akhir ini memang kami disibukkan
dengan beberapa aktivitas sehingga menyebabkan kami lose contact.
Kondisi
kampus terkesan biasa saja, dan aktivitas para mahasiswa berjalan normal
sebagaimana hari-hari biasanya, semua sibuk dengan urusan mereka, ada yang
hanya nongkrong dibawah pohon di taman dengan pembicaraan yang begitu serius
dan begitupun yang lain hanya sibuk mengutak-atik komputernya.
Ku
tinggalkan taman kampus untuk beralih ke mesjid karena waktu shalat ashar telah
masuk, jamaah sore ini lumayan banyak berbeda dengan hari kemarin karena ada
kegiatan Daurah Syariyah “Iman dan Khatib” yang dilaksanakan oleh lembaga
dakwah kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) bekerja sama dengan Universitas
Islam Madinah, Pesetanya bukan hanya dari mahasiswa UNM tetapi juga mahasiswa
dari kampus lain seperti Unismuh Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab
(STIBA Makassar), dan beberapa kampus lain yang ada di Makassar. Kegiatannya
dilaksanakan setiap Ba’da Magrib sampai menjelang waktu Isha.
Setelah
melaksanakan shalat ashar saya coba duduk di beranda mesjid, sambil menunggu
hujan reda, karena kondisi hari ini agak membingungkan, kadang panas dan
kemudian tiba-tiba hujan. Begitupun hari ini, pagi tadi cuaca begitu cerah
namun sore ini hujan kembali turun.
Di
beranda mesjid terlihat langit begitu
gelap sementara jam dinding baru
menunjukkan Pukul 15.45 wita, terpikirkan olehku mungkin hujan tidak akan reda
cepat mungkin sampai malam. Yaa.. itulah yang menghantui pikiranku yang mulai
takut kami tidak jadi ketemu sore ini.
Para
mahasiswa dari STIBA pun terlihat cuek dengan kondisi cuaca sore ini, mereka
lebih menikmati hafalan Qur’annya. Ada yang menghafal dengan cara duduk,
sementara yang lain sibuk mondar-mandir
dengan Qur’an ditangan kanannya dengan raut muka yang terlihat begitu
serius mencoba menghafal bacaannya. Bahkan di pojok mesjid ada pula yang
terlihat hanya melamun, entah dia mencoba mengulang hafalannya atau apapun itu
saya tidak peduli karena mereka juga tak peduli dengan keadaanku yang mulai
kwatir hujan semakin deras.
Kekhawatiranku
bukan hanya karena hujan yang tak kunjung reda melainkan perut pun mulai
menuntut haknya. Kondisiku memang begitu berwarna hari ini, setidaknya itulah
caraku menghibur diriku sendiri. Tak lama kemudian salah satu dari peserta
kegiatan daurah keluar dari mesjid dan duduk dipojok mesjid dan tampak
sebungkus nasi yang dia keluarkan dari tasnya, ku perhatikan sejenak makanan
yang siap dia santap sambil membayangkan jika seandainya makanan itu milikku
dan tepat ada dihadapanku. Namun ku disadarkan ketika dia mulai menyantapnya,
makanan itu bukanlah milikku. Dia terlihat begitu menikmatinya, mungkin karena
lapar atau memang karena makannya yang begitu lezat.
Ahh..
apa yang saya pikirkan, mengapa pikiranku mulai melayang-layang tak karuan
begitu (sadarku dalam keriasuan). Pukul 16.05 saya pikir sudah lewat 5 menit
dari jadwal janjian kami dan tak lama kemudaian pesan singkatnya pun masuk di
handphoneku,
“Hujan
Kak”.
Singkat
dan saya mengerti maksudnya. “Jadi, tidak jadi ketemu ?” Tanyaku melalui pesan
singkat juga.
“Tetap
Jadi” kata dia
“sampai
jam berapa saya harus menunggu di kampus?” tanyaku memperjelas.
Dia
tidak membalas lagi pesanku, namun tak lama kemudian pesannya kembali masuk
“saya ada disamping mesjid bagian jalan pendidikan” setelah membaca pesannya
saya langsung berdiri dan menghampirinya. Terlihat dia mengenakan pakaian hitam
kebanggaanya. Ternyata dia memang datang dengan kondisi hujan yang begitu deras.
Saya salut (itulah yang saya pikirkan, ternyata dia memang menepati janjinya)
Dia
masih cantik, manis dengan kaca mata yang menghiasi wajahnya, apalagi dengan
gaya rambut barunya. Tak terpikirkan olehku untuk minta maaf walaupun ku sangat
ingin baikan dengannya. Dia mencoba melulukan kemarahanku dengan candanya,
sesekali dia pun mampu membuatku tertawa. “Entahlah, mengapa saya tak sanggup
marah kepadamu begitu lama, kamu benar-benar bisa membuatku luluh” itulah yang
saya katakan kepadanya setelah beralih ketempat lain jauh dari mesjid.
Pembicaraan
kecil mulai mengalir meski terkadang masih tersanduh dengan pertengkaran
tatkala kesalahpahaman itu andil dalam pembicaraan kami. Keras kepala memang,
dan ingin mempertahankan pendapatnya masing-masing, tak ada yang ingin mengalah
meski terlihat jelas pokok permasalahannya.
1 comment:
Keren....sya suka...
Post a Comment