About

Tuesday, June 11, 2013

Sore Itu, Hujan Turun


Makassar, 09 Juni 2013

Hari ini bisa saya sebut hari yang lebih baik dari hari kemarin karena sms yang saya tunggu sepekan terakhir akhirnya masuk juga, orang yang sepekan terakhir ini begitu jauh dariku akhirnya datang juga. Rasa kangen kepadanya tentu begitu besar didalam benakku sehingga kami memutuskan untuk bertemu, pertengkaran kecil masih saja terjadi di awal komunikasi kami lewat mobile phone.
Pukul 16.00 kami sepakat untuk bertemu setelah aktivitas kami masing-masing selesai baik kepentingan kampus maupun diluar daripada itu.  Karena akhir-akhir ini memang kami disibukkan dengan beberapa aktivitas sehingga menyebabkan kami lose contact.

Kondisi kampus terkesan biasa saja, dan aktivitas para mahasiswa berjalan normal sebagaimana hari-hari biasanya, semua sibuk dengan urusan mereka, ada yang hanya nongkrong dibawah pohon di taman dengan pembicaraan yang begitu serius dan begitupun yang lain hanya sibuk mengutak-atik komputernya.

Ku tinggalkan taman kampus untuk beralih ke mesjid karena waktu shalat ashar telah masuk, jamaah sore ini lumayan banyak berbeda dengan hari kemarin karena ada kegiatan Daurah Syariyah “Iman dan Khatib” yang dilaksanakan oleh lembaga dakwah kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) bekerja sama dengan Universitas Islam Madinah, Pesetanya bukan hanya dari mahasiswa UNM tetapi juga mahasiswa dari kampus lain seperti Unismuh Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab (STIBA Makassar), dan beberapa kampus lain yang ada di Makassar. Kegiatannya dilaksanakan setiap Ba’da Magrib sampai menjelang waktu Isha.

Setelah melaksanakan shalat ashar saya coba duduk di beranda mesjid, sambil menunggu hujan reda, karena kondisi hari ini agak membingungkan, kadang panas dan kemudian tiba-tiba hujan. Begitupun hari ini, pagi tadi cuaca begitu cerah namun sore ini hujan kembali turun.

Di beranda mesjid terlihat  langit begitu gelap  sementara jam dinding baru menunjukkan Pukul 15.45 wita, terpikirkan olehku mungkin hujan tidak akan reda cepat mungkin sampai malam. Yaa.. itulah yang menghantui pikiranku yang mulai takut kami tidak jadi ketemu sore ini.

Para mahasiswa dari STIBA pun terlihat cuek dengan kondisi cuaca sore ini, mereka lebih menikmati hafalan Qur’annya. Ada yang menghafal dengan cara duduk, sementara yang lain sibuk mondar-mandir  dengan Qur’an ditangan kanannya dengan raut muka yang terlihat begitu serius mencoba menghafal bacaannya. Bahkan di pojok mesjid ada pula yang terlihat hanya melamun, entah dia mencoba mengulang hafalannya atau apapun itu saya tidak peduli karena mereka juga tak peduli dengan keadaanku yang mulai kwatir hujan semakin deras.

Kekhawatiranku bukan hanya karena hujan yang tak kunjung reda melainkan perut pun mulai menuntut haknya. Kondisiku memang begitu berwarna hari ini, setidaknya itulah caraku menghibur diriku sendiri. Tak lama kemudian salah satu dari peserta kegiatan daurah keluar dari mesjid dan duduk dipojok mesjid dan tampak sebungkus nasi yang dia keluarkan dari tasnya, ku perhatikan sejenak makanan yang siap dia santap sambil membayangkan jika seandainya makanan itu milikku dan tepat ada dihadapanku. Namun ku disadarkan ketika dia mulai menyantapnya, makanan itu bukanlah milikku. Dia terlihat begitu menikmatinya, mungkin karena lapar atau memang karena makannya yang begitu lezat.

Ahh.. apa yang saya pikirkan, mengapa pikiranku mulai melayang-layang tak karuan begitu (sadarku dalam keriasuan). Pukul 16.05 saya pikir sudah lewat 5 menit dari jadwal janjian kami dan tak lama kemudaian pesan singkatnya pun masuk di handphoneku,
“Hujan Kak”.
Singkat dan saya mengerti maksudnya. “Jadi, tidak jadi ketemu ?” Tanyaku melalui pesan singkat juga.
“Tetap Jadi” kata dia
“sampai jam berapa saya harus menunggu di kampus?” tanyaku memperjelas.
Dia tidak membalas lagi pesanku, namun tak lama kemudian pesannya kembali masuk “saya ada disamping mesjid bagian jalan pendidikan” setelah membaca pesannya saya langsung berdiri dan menghampirinya. Terlihat dia mengenakan pakaian hitam kebanggaanya. Ternyata dia memang datang dengan kondisi hujan yang begitu deras. Saya salut (itulah yang saya pikirkan, ternyata dia memang menepati janjinya)

Dia masih cantik, manis dengan kaca mata yang menghiasi wajahnya, apalagi dengan gaya rambut barunya. Tak terpikirkan olehku untuk minta maaf walaupun ku sangat ingin baikan dengannya. Dia mencoba melulukan kemarahanku dengan candanya, sesekali dia pun mampu membuatku tertawa. “Entahlah, mengapa saya tak sanggup marah kepadamu begitu lama, kamu benar-benar bisa membuatku luluh” itulah yang saya katakan kepadanya setelah beralih ketempat lain jauh dari mesjid.

Pembicaraan kecil mulai mengalir meski terkadang masih tersanduh dengan pertengkaran tatkala kesalahpahaman itu andil dalam pembicaraan kami. Keras kepala memang, dan ingin mempertahankan pendapatnya masing-masing, tak ada yang ingin mengalah meski terlihat jelas pokok permasalahannya.

Sesekali maaf pun mulai terucap ketika pertengakar mulai larut mewarnai sore itu. Semua mampu berlalu dan akan baik-baik walaupun berpisah adalah keputusan akhir.

1 comment:

Irma Bahtiar said...

Keren....sya suka...

 

Total Pageviews

Pages