Aku sedang bimbang dan sedang ingin menyepi,
tatkala ketertawa terbahak didekatnya dan dia pun tertawa hingga kemudian ku
sadar bahwa tak ada yang lucu dari pembicaraan kami. Aku semakin gelisah ketika
handphoneku tak lagi berdering ditengah harapku akan candanya lewat pesan
singkat seperti hari-hari sebelumnya. Ku coba menuntut meski terkadang kasar
dan menuai persepsi negative darinya dan akupun sadar akan hal itu bahwa ku
sedang menuntut. Tapi apakah kusalah jika kuberharap lebih darinya.
Sebagai orang yang mencintainya tentunya akan
dipenuhi kebimbangan ketika jauh darinya namun tak dapat berbuat apa-apa ketika
dia hanya bilang “Aku Tidak Bisa”. Ya..
itulah jawaban darinya, semakin memperjelas akan cinta yang tak terbalas. Tapi
apakah ku salah jika
berharap darinya lebih dari hubungan kami saat ini ?
kuingin berteriak sekencang-kencangnya hingga mengalahkan deru hujan yang
begitu deras sore itu. “apa yang salah” dan “siapa yang harus kusalahkan” apakah
kusalah jika ku berharap darinya ? itulah pertanyaan yang berulang kali
kuucapkan saat ini. apakah ada aturan yang telah amandemen bahwa ku tak bisa
berharap lebih darinya ?“Kamu begitu keras kepala, selalu menghadapai masalah dengan emosi dan itu merupakan alasan bahwa kita tak bisa bersatu, sifat kita bertolak belakang untuk hidup bersama” jawaban singkat darinya yang mencoba membuatku bungkam beberapa detik hingga ku mencoba berfikir bahwa tidak sepenuhnya seperti itu. Ku coba meyakinkannya dengan alasan yang selalu dibentahnya yang seolah-olah tak ingin mendengar alasan dariku. Saya sayang banget sama kamu dek, sayang banget” hanya itulah yang dapat ku ungkapkan saat itu, karena perasaan ini bukanlah materi ajar yang harus dipersiapkan dan dikonsep baik-baik dari jauh hari sebelumnya.
Aku yang berharap lebih dikala itu menganggap
bahwa kami dapat bersatu, ya mungkin dapat menjalani hari-hari bersama hingga
kami dapat mengukir sejarah indah dalam hidup ini. Itulah harapan yang selalu
terbesik dalam hatiku yang kucoba gambarkan dalam imajinasi yang baru kusadari
bahwa tak ayalnya hanyalah sebuah harapan kosong.
Beberapa pesan singkat yang masih tersimpan
dimemori telpon kucoba buka kembali, karena pernah suatu ketika dia mengatakan
bahwa dia sempat merasa bahagia berada didekatku, sedikit menikamati
hari-harinya meski terkadang singkat dan dia pun selalu ingin bertemu meski
terkadang ku terlihat cuek dihadapannya. Tapi itulah pesannya yang membuatku
berpikir bahwa dia bersedia untuk hidup bersamaku. Tapi mendung tak selamanya
hujan akan turun, lalu untuk apa dia mengatakan semua itu ? untuk apa
memberikan ilustrasi yang dapat membuatku berpikir akan cinta yang kau berikan,
yang kutangkap dari setiap tindakan dan perkataanmu bahwa yang kau rasakan sama
halnya dengan perasaanku saat ini. Lalu untuk apa semua ini jika pada akhirnya
hanya kata “aku tak bisa” yang keluar dari bibirmu.
Kusadar bahwa ku tak dapat memetik bulan tuk
kupersembahkan untukmu, tapi setidaknya kudapat memberikan setitik cahaya untuk
masa depan kita. Sejuta alasan kau coba utarakan diamalam itu, yang terkadang
membuatku tak dapat berkata apa-apa lagi. Kucoba mendengarkan ucapanmu laksana
puisi ditengan alunan musik yang terdengar tak jauh dari tempat kami.
Kucoba menggapai tangannya dan kugenggap
sambil mengatakan “harapan terbesarku saat ini adalah kudapat menggenggam
tanganmu hingga hari tua menemuai kita berdua, tapi kudisadarkan dengan kondisi
yang meneriakkan dalam hatiku bahwa mungkin malam inilah terakhir kalinya. Aku
yang hanya bisa berharap, bukan berarti kumenuntut untuk mencintaiku, dan aku
yang hanya bisa mencintaimu bukan berarti kata “YA” yang harus selalu kau
ucapkan, aku sadar akan hal itu.
Semua akan baik-baik saja, tak akan ada yang
berubah” kucoba memberikan sinyal bahwa kumampu menerima semua ini, ya..
kumampu menerima semua ini. Namun jika suatu saat nanti ku tak muncul lagi
dihadapanmu, mungkin ku telah menghilang untuk selamanya dan tak usah kau
mengkhawatirkanku, dan mungkin ketika kita berpisah malam ini hingga kuterbangun
esok hari tak ada lagi hal yang perlu dikenang tentang kebersamaan kita
sebelumnya. Jika suatu saat nanti kamu hidup bahagia dengan orang yang tak
ingin kau sebut namanya, tak perlu kau sampaikan kepadaku, biarlah kunikmati
hari-hariku tanpamu meski terkadang begitu sulit tuk kujalani.
Kamu pantas bahagia bersamanya, dan sangat
pantas pula mempertahankan dan menjaga kepercayaannya, justru yang tak pantas
adalah ketika kau menghianatinya hanya utnk orang yang begitu keras kepala dan
egois sepertiku. Dia adalah orang yang begitu pantas mendampingimu dan
menggenggam tanganmu ketika ingin berjalan mengarungi cerita selama hidup ini.
Lalu, hati kecilku berbisik mengingatkan, Untuk lebih membuka mata lebar-lebar dari yang seharusnya. Sebenarnya aku tahu.. Tak perlu aku membohongi diri sejauh ini, karena hasilnya akan tetap sama. Takkan pernah ada tentangku, karena, ku akui atau tidak, di hatimu telah cuku sesak namanya, BUKAN namaku,".
Mati-matian aku mencoba menelan ludahku sendiri. Merutuk dalam hati. tak ada yang spesial dengan kenangan kita. tak ada. Semuanya bisasa saja. Rasa seperti ini bisa terbit pada siapa saja. Tanpa ku harus memilihknya. Karena setiap hati telah memiih hati yang akan disinggahinya dengan sendirinya. Yah dengan sendirinya, tanpa persetunuan nalar. Demikian dengannya.
Hatiku bisa sajja telah memilih hatimu, tapi disisi lain ternyata hatimu tak pernah memilih hatiku. namun bagaimanapun, rasa itu terlanjur ku titipkan pada rembulan malam ini.
Kududuk sendiri diteras rumah sambil menatap rembulan yang masih setia menemaniku malam ini. Aku yang hanya bisa mengingat hari-hari yang telah lalu terkadang membuat dadaku sesak dan meneteskan air mata. Tidak, tak perlu seperti ini, masa depan terlalu ini untuk disia-siakan dengan memikirkan orang yang telah jauh, dan tak mengerti tentang perasaan, Ku tak ingin lagi hari-hariku dewarnai kesuraman dengan harapan kosong selama ini, ku kembali marah pada keadaan yang tak memihak kepadaku. Tapi aku begitu lemah untuk hal ini. Aku adalah orang yang begitu mencintainya dan tak dapat jauh darinya, aku hanyalah orang yang telah diracuni untuk dapat menatapnya dikeseharianku.
Aku bimbang ditengah kesunyian malam ini, tak tahu harus berbuat apa dikala kumasih begitu menginginkannya. Adakah yang mampu merasaakan apa yang menimpaku saat ini ? haruskan kusalahkan Tuhan yang telah mengizinkanku jatuh cinta kepadanya ? dan haruskah pula kumenuntut karena tak mengizinkanku tuk bersamanya ? mengapa Tuhan begitu kejam untuk masalah ini ? ku dibuat gila karenanya, ku tak dapat menatap hari-hariku lagi karena tanpanya.
Mati-matian aku mencoba menelan ludahku sendiri. Merutuk dalam hati. tak ada yang spesial dengan kenangan kita. tak ada. Semuanya bisasa saja. Rasa seperti ini bisa terbit pada siapa saja. Tanpa ku harus memilihknya. Karena setiap hati telah memiih hati yang akan disinggahinya dengan sendirinya. Yah dengan sendirinya, tanpa persetunuan nalar. Demikian dengannya.
Hatiku bisa sajja telah memilih hatimu, tapi disisi lain ternyata hatimu tak pernah memilih hatiku. namun bagaimanapun, rasa itu terlanjur ku titipkan pada rembulan malam ini.
Kududuk sendiri diteras rumah sambil menatap rembulan yang masih setia menemaniku malam ini. Aku yang hanya bisa mengingat hari-hari yang telah lalu terkadang membuat dadaku sesak dan meneteskan air mata. Tidak, tak perlu seperti ini, masa depan terlalu ini untuk disia-siakan dengan memikirkan orang yang telah jauh, dan tak mengerti tentang perasaan, Ku tak ingin lagi hari-hariku dewarnai kesuraman dengan harapan kosong selama ini, ku kembali marah pada keadaan yang tak memihak kepadaku. Tapi aku begitu lemah untuk hal ini. Aku adalah orang yang begitu mencintainya dan tak dapat jauh darinya, aku hanyalah orang yang telah diracuni untuk dapat menatapnya dikeseharianku.
Aku bimbang ditengah kesunyian malam ini, tak tahu harus berbuat apa dikala kumasih begitu menginginkannya. Adakah yang mampu merasaakan apa yang menimpaku saat ini ? haruskan kusalahkan Tuhan yang telah mengizinkanku jatuh cinta kepadanya ? dan haruskah pula kumenuntut karena tak mengizinkanku tuk bersamanya ? mengapa Tuhan begitu kejam untuk masalah ini ? ku dibuat gila karenanya, ku tak dapat menatap hari-hariku lagi karena tanpanya.
Malam semakin larut, kutak dapat lagi
bercerita banyak kepada rembulan yang masih setia mendengarkanku. Izinkan
kuberistirahat malam ini, izinkan kupejamkan mataku sejenak untuk melepas
segala beban yang kurasakan, dan kuharap mentari diesok hari bersedia menyambutku
dengan senyuman sebagai hari yang indah tuk memulai langkah baru.
Biarlah ku pergi dan menjalani hari-hariku ini
dan terima kasih telah mengizinkanku selama ini menatap wajahmu yang nan indah
mungkin karena senyummu, hidungmu atau mengkin karena kacamata yang menghiasi
raut wajahmu. meski harus kuakui kumengawalinya dengan menatapnya diam-diam dan
sejujurnya ku begitu menikmatinya….
No comments:
Post a Comment